RAKCER.ID – Akademisi Kabupaten Majalengka, Sudibyo Budi Utomo menanggapi rencana pelaksanaan Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos gambar partai.
Ketua Badan Pelaksana Harian Yayasan Wiyata Indonusa (Yawina) STIE Majalengka itu menilai, penggunaan sistem proporsional tertutup hanya menguntungkan elit politik.
Jika sistem proporsional tertutup diterapkan di pemilu 2024, menurutnya fenomena politik uang diprediksi akan terjadi di kalangan elit.
Pasalnya sistem pemilu proporsional tertutup pemilih tidak akan menjadi penentu calon anggota legislatif (caleg).
Dia menegaskan penerapan sistem apapun, “perangkap” politik uang harus dihindari. Sebab jika terjebak alat politik tersebut, rakyat tidak akan mendapatkan pemimpin yang berkualitas.
“Masyarakat tidak menunggu money politic, atau serangan fajar. Karena yang dibeli partainya,” ujar Sudibyo, Selasa 21 Februari 2023.
Masih kata Sudibyo, sistem apapun sejatinya bisa diterapkan di dunia perpolitikan Indonesia. Hanya saja moralitas pelakunya harus baik.
“Sistem apapun bisa diterapkan, kalau moralitas pelakunya baik. Nah kita ini kan enggak bisa. Itu kalau masyarakat Indonesia sudah sadar tentang demokrasi dan sudah tidak tertarik lagi dengan money politik. Akan dapat orang yang pas,” ucapnya.
Sudibyo juga menyikapi usulan sistem pemilu proporsional tersebut dianggap telah mencederai demokrasi di Tanah Air. Dia berharap para elit politik lebih mengedepankan kepentingan rakyat dibanding kepentingan kelompok.
“Karena kita tidak tahu orangnya, tahunya partainya. Memang partai mestinya juga bertanggung jawab kalau tertutup, kalau dia bisa bertanggung jawab memberikan caleg-caleg yang benar-benar bermoral bagus. Kita menyelamatkan bangsa atau mau menyelamatkan elite,” jelas dia.
Selain itu, Sudibyo juga meyakini sistem pemilu proporsional tertutup ini akan menurunkan angka partisipasi pemilih. Dengan demikian, dia berharap usulan tersebut harus dipertimbangkan secara matang.
“Cuma partisipasi masyarakat aktif memilih terhadap Pemilu besar enggak? Kalau partisipasinya rendah, legitimasinya juga kurang. Toh masyarakat enggak milih (Ccleg). Ini memang harus dikaji sedemikian rupa,” katanya. (hsn)