“Sama yang meninggal itu banyak. Karena keluarga tidak melaporkan,” ujar Dewi.
Mengantisipasi kendala tersebut, KPU pun sudah menyarankan kepada PPS, yang mengomandoi langsung para pantarlih, untuk mendata nama-nama sasaran coklit yang sudah meninggal. Untuk kemudian dilampirkan ke Lurah.
Sehingga nanti kelurahan yang akan membuatkan surat keterangan meninggal, yang bisa dijadikan dasar oleh KPU untuk penghapusan.
“Saya kasih saran ke PPS, minta kolektif nama-nama yang meninggal. Dan nanti disusun PPS, dilaporkan ke lurah. Biar lurah menyatakan keterangan meninggalnya, karena KPU memerlukan bukti,” tutur Dewi.
Selanjutnya, masih dituturkan Dewi, status pindah datang dari data sasaran mutarlih juga menjadi kendala di lapangan. Pasalnya, di lapangan masih banyak ditemukan nama yang data di KTP masih warga kota, namun sebetulnya sudah pindah ke daerah lain.
Berbeda dengan kasus kematian, yang KPU bisa menghapus data dengan dasar keterangan kematian, pindah datang ini memerlukan penetapan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).
“Pindah datang juga, nama masih ada, tapi orangnya sudah pindah. Untuk itu, karena ini de jure, dan nama tersebut ada di dokumen A Daftar Pemilih, KPU tidak boleh mencoret nama hak pilih, selama KTP masih alamat situ. Nanti itu yang memproses di KPU, dengan bukti berupa surat pindah datang dari Capil. Sementara ini, tetap masuk data pemilih, tapi dikasih tanda. Nanti diproses lebih lanjut oleh KPU,” imbuh Dewi. (*)