RAKCER.ID –Indonesia memiliki banyak Pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, baik secara kedaerahan atau membangun gerakan kolektif bersama. Salah satu pahlawan nasional Indonesia yakni Buya Hamka.
Buya Hamka memilki nama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah lahir di agam, Sumatra Barat 17 Februari 1908. Beliau merupakan putra dari pasangan Abdul Karim Amrullah dan Sitti Shafiah.
Dikenal sebagai seorang sastrawan Indonesia, budaya dan ulama. Beliau juga memiliki kontribusi yang penting dalam catatan sejarah bangsa Indonesia.
Buya Hamka memiliki pribadi yang penuh dalam didikan ajaran Islam karena ayahnya Abdul Karim adalah seorang ulama dari Minangkanau dan ibunya berasal dari keluarga seniman.
Baca Juga:Resmi! Berikut Aturan Terbaru BKN Terkait Batas Usia Pensiun PNSSEGERA! CPNS 2023 Resmi Dibuka 1 April, Berikut Daftar Formasi Lengkap di 29 Instansi Pemerintahan
Saat remaja, Hamka sempat didaftarkan oleh ayahnya untuk masuk ke Thawalib Sumatra atau sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Akan tetapi, Hamka memutuskan untuk tidak melanjutkan dan pindah ke Jawa tahun 1924.
Saat di Jawa tepatnya di Yogyakarta, Hamka bertemu dengan pamannya Jafar Amrullah dan diajak ke tempat Ki Bagus Hadikusumo untuk mempelajari tafsir Al-Qur’an.
Dari Ki Bagus Hadikusumo, Hamka mengetahui organisasi Sarekat Islam lalu bergabung menjadi anggota. Mulai dari situlah, Hamka mendapatkan gagasan dan ide-ide terkait pergerakan sosial dan politik. Diantara gurunya yakni HOS Tjokroaminoto dan Suryopranoto.
Dalam proses pencariannya tentang Islam, dari pengalam di Yogyakarta ia melihat bahwa islam itu sebagai kehidupan, perjuangan dan memiliki pendirian yang dinamis. Sedangkan jika melihat Islam di Minangkabau ikut dalam perdebatan praktik ritual Islam.
Buya hamka menemukan organisasi dan para tokoh pergerakan di Jawa mengabdikan diri pada perjuangan untuk memajukan umat Islam dari keterbelakangan dan ketertindasan.
Setelah itu, Hamka melakukan perjalanan kembali ke Pekalongan menemkui Ahmad Rasyid Sutan Mansur yang merupakan kaka ipar Hamka. Di Pekalongan, Hamka mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai pertemuan Muhammadiyah.
Tahun 1925, Pengurus Besar Muhammadiyah di Yogyakarta mengirim Sutan Mansur ke Minangkabau dengan didampingi oleh Buya Hamka untuk mendirikan cabang Muhammadiyah. Buya Hamka dan Sutan Mansur mendirikan muhammadiyah di Pagar Alam, Lakitan dan Kurai Taji.