Mengenal Roehana Koeddoes Wartawan Perempuan Indonesia, Berikut Biografinya

Roehana Koeddoes
Perintis Pers Pertama Indonesia, Roehana Koeddoes. Foto: Wikipedia
0 Komentar

Sehingga pada tahun 1911, ia mendirikan suatu perkumpulan yang terorganisir dan terstruktur bernama Kerajinan Amai Setia. Sekolah tersebut memiliki tujuan untuk memberikan skill keterampilan, membaca tulisan Jawi dan Latin.

Banyak pertentangan dan rintangan yang dihadapi oleh Rohana dalam mendirikan sekolah perempuan karena menentang perubahan dan kemajuan perempuan.

Rohana kudus juga menjalin kerjasama dengan pemerintahan Belanda, sebab ia memesan peralatan untuk disekolahnya. Bukan hanya itu saja, Rohana juga memasarkan hail karya dari murid disekolahnya ke pihak pemerintahan Belanda.

Baca Juga:Seleksi CPNS 2023, Berikut Daftar Instansi yang Membuka Formasi SMA/SMKBerlaku Untuk Seluruh ASN dan Pegawai Swasta, Berikut Jadwal Cuti Bersama Lebaran 2023 Terbaru

Sehingga menjadikan Sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang mana anggotanya perempuan semua pertama di Minangkabau.

Mendirikan Surat Kabar

Menurut Rohana dalam mendidik perempuan itu harus keseluruhan. Ia mengirim surat kepada pimpinan redaksi Oetoesan Melajoe Soetan Maharadja untuk menginisiasai sebuah surat kabar yang berorientasi pada perempuan.

Pada tanggal 10 Juli 1912, terbitan pertama Soenting Melajoe diluncurkan. Nama surat kabar tersebut berasal dari sunting yang merupakan hiasan kepala tradisional perempuan. Tetapi, sunting juga plesetan dari kata menyunting atau mengoreksi.

Dalam mengelola surat kabar tersebut, Rohana dibantu oleh putri Soetan Maharadja yakni Zoebaidah Ratna Djoewita. Surat kabar tersebut memiliki tujuan dalam meningkatkan tingkat pendidikan perempuan Indonesia, karena jumlahnya hanya sedikit yang mampu membaca bahasa Balanda dan meteri pendidikan modern yang tersedia dalam bahasa melayu atau Indonesia.

Terdapat beberapa isu yang menjadi bahan pembahasan dalan surat kabar tersebut diantaranya isu sosial, tradisionalisme, poligami, perceraian, dan pendidikan anak permepuan.

Emansipasi yang ditawarkan oleh Rohana tidak menuntut persamaan hak dengan laki-laki, namun lebuh kepada pengukuhan fungsi alamiah perempun secara kodratnya.

Untuk dapat menjadi seorang perempuan sejati, harus membutuhkan Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan sehingga diperlukannya pendidikan untuk perempuan.

Baca Juga:Mengenal Lebih Dekat Ketua MUI Pertama, Berikut Biografi Buya HamkaResmi! Berikut Aturan Terbaru BKN Terkait Batas Usia Pensiun PNS

Namun, pada tahun 1921 Rohana meninggalkan Soenting Melajoe dan digantikan oleh Retna Tenoen putri dari Soetan Maharadja sebagai editor baru.

Akan tetapi Soenting Melajoe tidak mampu bertahan lama setelah itu dan terakhir di bulan Januari 1921 bersama dengan surat kabar Soetan Maharadja dan Oetoesan Melajoe.

0 Komentar