“Namun saya kaget ketika mendapatkan kabar bahwa anak saya sudah di Myanmar dan kerap mendapatkan siksaan. Mereka disetrum, dipukul pakai kursi hingga berdarah. Jadi kami takut terhadap keselamatannya, tidak hanya raga namun jiwanya juga,” sambungnya.
Menurut analisis SBMI, kasus ini sudah memenuhi tiga unsur kasus perdagangan orang dilihat dari proses, cara, dan tujuan untuk dieksploitasi.
Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
Baca Juga:PAM Tirta Kamuning Fokus Tingkatkan PAD, Peringati HUT ke-35 dengan Pendapatan Rp2,4 MiliarKetua KTH Siliwangi “Semprot” Verifikator BTNGC, Video Viral di Media Sosial
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno menegaskan kembali konsensus ASEAN dalam Deklarasi Cebu, bahwa negara asal dan negara tujuan akan bekerjasama dan berkoordinasi untuk memberi bantuan korban TPPO dan pekerja migran yang terjebak dalam situasi dan kondisi konflik.
Kehadiran negara untuk memberikan pelindungan warga negaranya juga sudah diatur di Pasal 21 UU Nomor 37 tahun 1999. Regulasi ini tentang hubungan luar negeri, yaitu dalam hal WNI terancam bahaya nyata, perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman.
Serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara. Bahaya nyata yang dimaksud diantaranya yaitu bencana alam, invasi, perang saudara, terorisme, dan bencana lainnya yang serupa.
“Melihat maraknya permasalahan online scam yang terjadi di Myanmar karena situasi krisis, kita harus menyikapi kasus ini secara darurat,” terangnya.
“Dari dua instrumen dan kebijakan ini, tidak ada alasan lagi bagi negara untuk tidak memulangkan para korban. Terlebih kondisi para korban yang saat ini sedang mengalami bahaya dan ancaman perang di Myanmar, maka negara harus segera mengevakuasi para korban ke wilayah yang aman dan segera dipulangkan ke Indonesia dengan biaya negara,” papar Hariyanto.
Laporan Penyekapan 20 WNI Diterima Komnas HAM
Sementara itu, laporan atau pengaduan yang ditujukan ke Komnas HAM bersama keluarga korban diterima langsung oleh Komisioner Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah dan Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan.
Anies menyampaikan, bahwa Komnas HAM telah menerima pengaduan korban TPPO ke negara Myanmar sejak Desember 2022. “Kami memahami bahwa situasi ini darurat,” tegasnya.