RAKCER.ID – Pembatasan BBM bersubsidi dengan tujuan untuk menekan kebocoran penyaluran salah sasaran dari program subsidi, tengah dilakukan oleh pemerintah.
Namun, perangkat kontrol yang saat ini diterapkan, salah satunya dengan pembatasan yang berbasis pendataan kendaraan bermotor, dinilai masih rentan.
Persoalan tersebut diangkat dalam sebuah diskusi publik kepemudaan, terkait urgensi pembatasan distribusi BBM bersubsidi berbasis pendataan kendaraan bermotor.
Baca Juga:Di Kota Cirebon, Ono Surono Disambut Mahasiswa dengan Salam MetalOmbudsman RI Minta Literasi dan Edukasi Kendaraan Listrik Dimasifkan
Pada diskusi yang berjalan, mengarah pada perlunya perangkat yang tegas, berupa payung hukum yang secara jelas membedakan mana kriteria yang menjadi sasaran distribusi BBM bersubsidi.
Ketua DPRD Kota Cirebon, Ruri Tri Lesmana menyampaikan, di satu sisi pendataan melalui pencatatan nomor kendaraan memang perlu, guna memastikan BBM subsidi terdistribusi ke tangan yang tepat dan tak salah sasaran.
Hanya saja, perlu diperjelas juga, klasifikasi atau kriteria kendaraan atau masyarakat yang menjadi sasaran subsidi, melalui payung hukum yang paten.
“Di SPBU, dilakukan pendataan untuk memastikan proses penyaluran BBM subsidi tepat sasaran. Itu memang harus dilakukan,” ungkap Ruri.
Terlebih saat ini, kata dia, pemerintah melakukan pembatasan terhadap distribusi BBM bersubsidi, dan mengurangi nilai subsidi sehingga berimbas kepada harga BBM yang seakan naik.
Maka dari itu, kontrol ketat memang perlu dilakukan, agar stok BBM yang distribusinya dibatasi ini, bisa benar-benar dinikmati oleh masyarakat menengah ke bawah, sebagaimana sasaran subsidi itu sendiri.
“Kota Cirebon itu kota kecil, tetapi penggunaan BBM-nya sangat tinggi. Tentu itu harus dikontrol, dan perangkat kontrolnya harus diperjelas,” kata dia.
Baca Juga:KPU Kota Cirebon Komitmen Bebas Korupsi, Jadi Pilot Project Jawa BaratWalikota Cirebon Minta Percepat Pencairan Tunda Bayar Kontraktor
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto MSi menjelaskan, pembatasan distribusi BBM ini, sebetulnya bukan karena stok ketersediaan bahan mentah di Indonesia terbatas. Hanya saja, biaya pengolahan yang terus melambung.
“Kita kaya akan Migas. Tapi semua ada di perut bumi, dan untuk kita gali, biaya sangat besar,” tutur Hery.
Belum lagi, untuk fasilitas pengeboran sendiri, Indonesia memiliki tujuh kilang minyak, yang dari sisi umur sudah puluhan tahun. Dan belum dilakukan peremajaan.
“Kilang minyak di Indonesia ada tujuh. Usianya tua semua. Rata-rata di atas 100 tahun. Paling muda 26 dan 29 tahun. Balongan di Indramayu 29 tahun usianya,” ujarnya.