RAKCER.ID – Musim kemarau tahun 2023 diprediksi bakal terjadi lebih lama dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ancaman kelangkaan air saat puncak kemarau juga diprediksi tetap ada. Terutama di daerah tandus.
Kepala BBWS Cimanuk-Cisanggarung (BBWSCC), Dwi Agus Kuncoro ST MM MT menjelaskan, berdasarkan analisis BMKG, fenomena el-nino bakal terjadi 2023. Secara siklus, el nino datang setelah terjadi la nina.
El nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
Baca Juga:Swiss-Belhotel Cirebon Sediakan Menu Bukber IstimewaIAIN Cirebon Diundang Berkunjung ke MEDIU Malaysia
Singkatnya, el nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum. Sedangkan la nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan el nino. Ketika la nina terjadi, curah hujan di wilayah Indonesia bakal meningkat secara umum.
Menurut Agus, el nino dapat memicu kelangkaan air. Baik air di kawasan irigasi maupun pemukiman terutama di daerah tandus yang menjadi langganan air sulit. Kondisi ini terjadi di interval Mei sampai Oktober 2023.
Di wilayah kerja BBWS Cimanuk-Cisanggarung, terdapat sejumlah daerah yang rentan alami kelangkaan air. Baik air irigasi maupun air bersih untuk keperluan sehari-hari.
“Potensi yang akan mengalami kelangkaan air tetap ada. Biasanya terjadi di daerah hilir yang tidak disuplai airnya oleh bendungan. Itu di antaranya Kuningan Timur, Cikesik Cirebon Timur dan ada juga di sekitar Cipanas,” ujar Agus kepada Rakyat Cirebon, kemarin.
Agus menjelaskan, peta kerentanan kelangkaan air versi 2017 sudah diserahkan ke masing-masing pemerintah daerah di wilayah kerja BBWS Cimanuk-Cisanggarung.
Sehingga pemerintah daerah dapat menelurkan kebijakan antisipasi kelangkaan air di daerah masing-masing.
Namun begitu, BBWS Cimanuk-Cisanggarung juga tetap lakukan upaya agar dampak kelangkaan air tidak merugikan masyarakat.
Baca Juga:Soroti Masalah Sungai, Mahasiswa IAIN Cirebon Ikuti Tadarus Konservasi di Saung WangsakertaKonten Intoleransi Mendominasi, Ini Pesan Staf Khusus Menteri Agama
Menurut Agus, ada dua skema antisipasi dampak kemarau panjang. Pertama pasokan air irigasi untuk pertanian masyarakat dan kedua ketersediaan air bersih yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Agus mengakui, masih ada lahan pertanian yang kelangkaan air saat kemarau. Biasanya terjadi di area hilir karena air dari bendungan tidak sampai ke hilir.