Apabila seorang suami mengucapkan ungkapan tersebut, maka ia sebenarnya telah melakukan zhihar terhadap istrinya, baik itu disertai niat atau tidak, asalkan suami tersebut adalah orang yang sah untuk menjatuhkan talak. Dalam hal ini, ia mengucapkannya dalam keadaan yang sehat secara fisik dan mental, serta menyadari makna dari ucapan yang diucapkannya.
Ungkapan kinayah adalah ungkapan yang masih memungkinkan untuk mengandung makna lain selain zhihar.
Contohnya, ketika seorang suami mengatakan kepada istrinya, “Bagimu, kamu seperti ibuku,” atau “Bagiku, kamu seperti saudara perempuan aku,” atau “Di depanku, kamu seperti ibu atau saudariku,” atau “Kamu seperti mata ibuku bagiku.”
Baca Juga:5 Rekomendasi Tempat Makan Khas Sunda di Cirebon, Wajib Coba!6 Masakan Khas Sunda, Salah Satunya Dari Olahan Oncom
Artinya, apabila seorang suami mengucapkan kata-kata tersebut, maka maknanya tergantung pada niat atau maksud orang yang mengucapkannya. Jika suami bermaksud untuk melakukan zhihar, maka ungkapan tersebut menjadi zhihar.
Namun, jika suami bermaksud untuk memuji atau memuliakan istrinya, maka ungkapan tersebut tidak menjadi zhihar.
Ungkapan zhihar bukanlah talak, dan sebaliknya, ungkapan talak tidak dapat digunakan sebagai zhihar. Zhihar juga tidak memutuskan ikatan pernikahan, tetapi merupakan pelanggaran yang mengharuskan suami membayar kafarat atau tebusan.
Dalam kasus zhihar, suami dilarang untuk melakukan hubungan intim dengan istrinya sampai ia membayar denda atau menunaikan kafarat.
Selain itu, suami juga dilarang untuk memandang, menyentuh, mencumbu, atau mencium istrinya. Jika suami melanggar larangan ini, ia dianggap berdosa dan tidak ada kafarat selain salah satu dari tiga kafarat yang telah ditetapkan.
Itulah penjelasan tentang Zhihar dan landasan hukumnya. Semoga bermanfaat.