Sebaliknya, kompeten dalam hal substansi pesan. Pengarang mampu menciptakan kawasan yang seimbang bagi sebagian besar tokohnya tanpa meninggalkan rasa menggurui.
Penyelesaian penulis atas perselisihan antara Aqilla dan Arif-Yumna menjadi salah satu contoh betapa isi pesan film ini tidak pasaran. Selesaikan masalah ini dengan matang dan tanpa menimbulkan terlalu banyak komplikasi.
Kemasannya merupakan senjata yang sangat efektif karena dapat memikat penonton, terutama perempuan yang menganggap cerita tentang ibu dan anak cukup relevan.
Baca Juga:Google Pixel 8 dan Pixel 8 Pro Resmi Meluncur dengan Membawa Fitur Digital Zoom 30X!Misteri Hilangnya 10 Hari pada Tahun 1582 Oktober : Ternyata Ini Alasannya!
Demografi orang-orang di sekitar saya saat menonton film ini dengan jelas menunjukkan hal ini. Penonton Tears di Ujung Sajadah didominasi oleh wanita berusia dua puluhan hingga ibu-ibu berusia lima puluhan.
Ini adalah pemandangan yang tidak biasa, terutama ketika penonton menangis saat bagian-bagian penting.
Cerita produser Ronny Irawan yang menyatakan bahwa skenario Air Mata di Ujung Sajadah sudah digarap sejak tahun 2017.
Penegasan bahwa sebuah naskah yang bagus hampir selalu dihasilkan dari pekerjaan yang tidak dilakukan secara instan. Hal ini perlu diingat bagi siapa saja yang ingin membuat film dengan keluaran berkualitas tinggi.
Skenarionya berkualitas tinggi, dan para aktor memerankannya dengan mengagumkan. Titi Kamal dan Citra Kirana yang berperan sebagai Aqilla dan Yumna dengan meyakinkan menggambarkan isi hati seorang ibu.
Soal mengembangkan chemistry dengan orang tuanya, aktor cilik Faqih Alaydrus tidak mengecewakan.
Di sisi lain, Fedi Nuril sukses menjadi magnet yang menarik banyak penonton, mulai dari yang mendambakan akting hingga yang mendambakan daya tarik sang aktor.
Baca Juga:Vivo X30 Pro 5G Didukung dengan Chipset Exynos 980 Serta Dibekali Kamera Depan 32MPVivo V30 Pro Dibekali dengan Kamera 64MP Serta Didukung Oleh Chipset Qualcomm Snapdragon 720G, Segini Harga Jualnya!
Namun, banyak catatan dan sensasi mengecewakan yang saya rasakan saat melihat gambar tersebut. Skor musik yang dimainkan tanpa henti sepanjang cerita membuatku resah.
Hampir seluruh plot diisi dengan musik orkestra, terutama pada rangkaian dramatik yang menuntut emosi.
Kriteria penilaian ekstra ini mengingatkan pada jumpscare dalam film horor. Bedanya, jumpscare membuat penonton kaget, sedangkan lilting scoring membuat penonton menangis.
Penulis juga tampak terlalu ambisius dalam menggarap dialog yang penuh dengan hikmah. Mayoritas kalimat dalam dialog Air Mata di Tepian Sajadah dikemas dalam bentuk kutipan mesin pencari.