Dalam konteks ini, kegagalan Djarot sebagai seorang pembimbing kader menunjukkan bahwa pendidikan politik dan kaderisasi tidak selalu berjalan mulus. Namun, hal ini juga merupakan panggilan untuk refleksi dan perbaikan di dalam partai.
Pentingnya memperkuat pendidikan nilai dan integritas di antara para kader tidak bisa diabaikan. Kekecewaan Djarot dapat menjadi dorongan bagi PDIP untuk mengintensifkan upaya pendidikan dan pembinaan bagi kader-kadernya, memastikan bahwa nilai-nilai fundamental partai tidak hanya diajarkan, tetapi juga dihayati oleh setiap anggota partai.
Dengan langkah-langkah tersebut, PDIP dapat membangun kader-kader yang kuat, loyal, dan berkualitas untuk masa depan politik Indonesia.
Baca Juga:Real Madrid: Ambisi Mereka untuk Memboyong Kylian Mbappe dan Erling HaalandKhofifah Indar Parawansa dan Ridwan Kamil Hadir Sebagai Potensi Kekuatan Baru dalam Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud
Demikian informasi selengkapnya mengenai Djarot yang ungkap kekecewaan karena Gibran memutuskan untuk menjadi cawapres Prabowo. (*)