CIREBON, RAKCER.ID – Denpasar adalah sebuah kota yang terletak di Indonesia, tepatnya di pulau Bali.
Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) yang diselenggarakan di Bali tidak hanya memberikan peluang bisnis bagi para pengembang video game, tetapi juga memungkinkan mereka untuk memamerkan dan mempromosikan produk video game terbaru mereka.
Salah satunya adalah Bagaskara Firdaus, yang merupakan game designer untuk video game berjudul Kejora. Kejora yang telah diproduksi sejak tahun 2019, kini telah tersedia untuk diunduh secara gratis di platform marketplace video game PC, STEAM.
Baca Juga:10 perusahaan Lokal Lama yang Masih Bertahan Ditengah Persaingan, ada di Cirebon! Intip Deretan Pengusaha yang Miliki Mall Mewah di Jakarta, cari tahu yuk!
Baskara yang ditemui di Bali di Hotel The Stone, Kuta, menjelaskan kejora ini bergenre teka-teki naratif. Game ini dibuat pada tahun 2019 dan sekarang tersedia untuk diunduh secara gratis di STEAM. Saat ini, game ini hanya tersedia dalam format demo.)
Baskara menjelaskan bahwa ada beberapa tantangan selama proses pengerjaan proyek Kejora yang hanya memakan waktu satu tahun. Salah satunya adalah terkait anggaran.
Tidak tanpa alasan, video game yang mempromosikan kearifan lokal Indonesia dibatasi oleh anggaran yang berdampak pada proses produksinya. Baskara menolak untuk mengungkapkan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membuat video game tersebut.
Sudah pasti budget yang tersedia untuk memproduksi Kejora hanya cukup untuk satu tahun. Dengan budget yang ada, Baskara juga wajib memaksimalkan kualitas gameplay dalam video game-nya.
Menurut pembicara, tantangan yang mereka hadapi adalah anggaran yang terbatas. Akibatnya, waktu produksi video game harus disesuaikan agar sesuai dengan anggaran mereka. Oleh karena itu, mereka harus menemukan cara untuk memaksimalkan narasi game sambil tetap berada dalam anggaran mereka.
Serupa dengan Baskara, Livander Surya, seorang pengembang video game dari studio Aim to Mite, menghadapi tantangan serupa saat memproduksi game ‘Lost in Dread’ bulan lalu.
Meskipun Livander mengaku memiliki anggaran yang cukup untuk memproduksi Lost in Dread hanya dalam waktu satu bulan, masih ada aspek lain yang ingin ia tingkatkan dalam karyanya.
Baca Juga:Mengintip Perjalanan Deretan Founder Startup yang Mengubah DuniaPerjalanan Sukses, Dari Designer Menjadi Pendiri Airbnb
Livander mengatakan bahwa mereka juga menghadapi kendala dalam hal anggaran. Itulah sebabnya mereka ikut serta dalam ajang IGDX ini, dengan tujuan mendapatkan penerbit untuk mengatasi masalah tersebut dalam perkembangan video game ini.