CIREBON, RAKCER.ID – Di antara rimbunnya hutan Jawa yang sunyi, pernah berkeliaran sang penguasa, Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Dikenal dengan julukan “Si Raja Rimba”, hewan majestic ini dulu menjadi pemangsa puncak, menjaga keseimbangan ekosistem Pulau Jawa. Namun, cerita Harimau Jawa kini diwarnai dengan perjuangan gigih untuk bertahan hidup. Di balik garis-garis lorengnya yang mempesona, tersimpan kisah pilu tentang ancaman kepunahan.
Si Perkasa yang Unik
Harimau Jawa memiliki ciri khas yang membedakannya dari subspesies harimau lainnya. Tubuhnya ramping dan atletis, berbalut bulu berwarna oranye terang dengan garis-garis hitam yang lebih sempit. Dibandingkan kerabatnya, Harimau Jawa memiliki ukuran yang lebih kecil, dengan berat jantan dewasa mencapai 140 kg dan betina sekitar 100 kg. Keunikan lainnya adalah singkapan tenggorokan berwarna putih bersih, seolah memakai kalung kebesaran.
Para ahli menduga Harimau Jawa terpisah dari subspesies lain sekitar 1,2 juta tahun yang lalu. Isolasi geografis di Pulau Jawa ini membuatnya berevolusi dengan ciri-ciri yang berbeda. Harimau Jawa diketahui sebagai pemburu soliter, aktif di malam hari, dan mangsanya terutama terdiri dari rusa, babi hutan, dan banteng. Keberadaannya menjadi indikator penting kesehatan ekosistem hutan Jawa.
Baca Juga:Samsung A24 Gaming: Smartphone Terbaik untuk Bermain GameSamsung A24: Smartphone Pilihan Tepat untuk Generasi Z
Habitat yang Hilang, Mimpi yang sirna
Hutan dataran rendah, semak belukar, dan perkebunan yang luas pernah menjadi rumah bagi Harimau Jawa. Namun, sejak abad ke-19, habitatnya mulai terusik. Aktivitas manusia yang tak terkendali seperti pemburuan liar, pembalakan hutan, dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, menyempitkan ruang gerak sang Raja Rimba.
Harimau Jawa kerap diburu karena dianggap sebagai ancaman bagi penduduk desa. Bulunya yang indah diburu untuk dijadikan permadani, sementara bagian tubuh lainnya digunakan untuk pengobatan tradisional yang kontroversial. Akibatnya, populasi Harimau Jawa terus menyusut drastis.
Upaya Terakhir: Konservasi di Ujung Kulon
Pada tahun 1931, ketika populasi Harimau Jawa diperkirakan hanya tersisa sekitar 30-50 ekor, pemerintah Hindia Belanda mengambil langkah penting. Mereka mendirikan Taman Nasional Ujung Kulon di ujung barat Pulau Jawa sebagai suaka bagi Harimau Jawa. Berkat upaya ini, populasi Harimau Jawa perlahan pulih.