Karirnya Setelah Itu
Dan benar saja, kontribusi gol Adriano perlahan menurun dan berakhir pada inkonsistensi peforma. Di Inter, ia hanya mencetak 5 gol dari 23 laga Serie A musim 06/07. Di Timnas, ia 2x dicoret karena kebiasaan buruk di luar lapangan.
Beberapa hal buruk yang dilakukan Adriano di luar lapangan seperti berpesta di klub malam, dekat dengan minuman berakohol hingga dikabarkan bergabung dengan geng di Brasil yang melakukan aktivitas ilegal.
Adriano adalah pemain sepak bola yang bertalenta emas. Sejak usia remaja, kariernya berkembang pesat. Adriano sudah bermain di tim utama Flamengo pada usia 17 tahun. Dia dikontrak oleh Inter Milan senilai 13 juta euro, atau sekitar 221 miliar rupiah, dua tahun kemudian.
Baca Juga:Bersahabat Walau Beda Club Inilah 7 Persahabatan Di Sepakbola InternasionalHengkang Dari Persib Bandung Ezra Wallian Resmi Berseragam Persik Kediri
Adriano mengalami masa keemasan sebagai pemain sepak bola yang sukses di Eropa saat bermain untuk Inter. Kehidupan yang penuh dengan kesenangan dan kemakmuran. Namun, kariernya berakhir pada tahun 2006, ketika ia sempat menangkap dua kali saat berpesta di klub malam.
Selain itu, Adriano mulai Kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang. Keinginannya untuk minum alkohol dan keluar malam untuk berpesta membuat kinerjanya di lapangan menjadi lebih buruk. Inter marah atas penampilan Adriano yang buruk.
Adriano juga tidak mendapatkan hasil yang baik di Sao Paulo. Dia akhirnya hengkang dari satu klub ke klub lain, bermain untuk Flamengo, AS Roma, Corinthians, Atletico Paranense, Le Havre, dan terakhir MLS Miami United.
Penurunan drastis kinerja Adriano jelas memiliki alasannya. Kematian ayah kandung si pemain, Almir Leite Ribeiro, disebut sebagai penyebab utama. Javier Zanetti, mantan kapten Inter dan teman setim Adriano, mendukungnya.
Javier Zanetti menyaksikan perubahan gaya hidup Adriano setelah dia meninggal dunia oleh sang ayah. Ia menceritakan bahwa pada awal musim 2004, Adriano mengangkat telepon yang berdering.
Kemudian raut wajah Adriano menjadi sedih. Air matanya mulai menetes dari pipinya. Segera, ia berteriak, “Tidak mungkin!” dan membuang gagang telepon. Zanetti, yang kebetulan berada di dekat Adriano, menyadari bahwa keluarga rekan satu timnya di Brasil mengalami masalah yang mengerikan.