CIREBON, RAKCER.ID – Sempat iral pernyataan dari salah satu Menteri Kabinet Merah Putih Natalius Pigai terkait harapan adanya kenaikan anggaran yang membuat heboh masyarakat Indonesia.
Natalius Pigai adalah aktivis hak asasi manusia (HAM), secara resmi dilantik sebagai Menteri HAM dalam Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto pada hari Senin, 21 Oktober di Istana Negara, Jakarta.
Kementerian HAM ini merupakan lembaga teknis baru yang merupakan pecahan dari Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.
Baca Juga:7 Rekomendasi Stylus Terbaik yang Lebih Terjangkau dari Apple Pencil untuk iPad5 HP Realme 5G Termurah Rilis 2024, Pilihan Terbaik untuk Koneksi Cepat dan Harga Terjangkau
Pigai akan didampingi oleh Mugianto yang menjabat sebagai Wakil Menteri HAM. Pigai mulai mendapat perhatian publik setelah menjabat sebagai Komisioner Komnas HAM pada periode 2012-2017.
Natalius Pigai adalah satu-satunya putra asli Papua yang menjabat sebagai menteri di kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran. Lahir pada 25 Desember 1975 di Paniai, Papua, Pigai dikenal sebagai seorang aktivis yang terus memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia.
Pendidikan formal Pigai dimulai dari jurusan Ilmu Pemerintahan di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa, Yogyakarta, yang ia selesaikan pada tahun 1999. Selain pendidikan akademik, Pigai juga menempuh berbagai pelatihan nonformal.
Di antaranya, Pigai belajar statistika di Universitas Indonesia pada tahun 2004, mengikuti pendidikan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2005, serta mengikuti kursus kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada tahun 2010.
Pigai sudah terlibat dalam pemerintahan sejak masa awal reformasi. Pada tahun 1999, ia menjabat sebagai Staf Khusus di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi hingga tahun 2004.
Sebelum berkiprah di pemerintahan, Pigai aktif dalam berbagai lembaga swadaya masyarakat. Ia pernah menjadi staf di Yayasan Sejati dari tahun 1999 hingga 2002 dan menjabat sebagai Ketua Lembaga Studi Renaissance dari tahun 1998 hingga 2002.
Putra Papua ini juga pernah menjadi staf peneliti di Graha Budaya Indonesia-Jepang dari tahun 1998 hingga 2001, serta terlibat di Yayasan Cindelaras yang fokus pada pengembangan kearifan lokal dan hak-hak petani.