CIREBON, RAKCER.ID – Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal pekan ini disebut-sebut sebagai imbas dari melonjaknya penjualan ritel di China yang melampaui ekspektasi pasar.
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyebut hal ini sebagai sinyal positif dari ketahanan konsumsi domestik Negeri Tirai Bambu meski ekonomi global tengah dibayangi ketidakpastian.
“Pertumbuhan penjualan ritel China melampaui ekspektasi, menandakan ketahanan dalam belanja konsumen meskipun ketidakpastian ekonomi meningkat,” ujar Ibrahim dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (16/6).
Baca Juga:Hati-Hati Sebelum Teken Kontrak, Ini Perbedaan PKWT dan PKWTT yang Wajib Kamu TahuJangan Asal Jawab! Ini Cara Jawaban “Kontribusi Anda” Bisa Jadi Tiket Emas Dapat Kerja
Mengutip data dari kantor berita Xinhua, penjualan ritel barang konsumsi di China pada Mei 2025 tercatat tumbuh sebesar 6,4 persen secara tahunan (year on year/yoy), melampaui perkiraan analis. Total penjualan mencapai 4,13 triliun yuan, setara dengan sekitar 575,3 miliar dolar AS.
Secara kumulatif, dalam periode Januari hingga Mei 2025, penjualan ritel barang konsumsi mengalami pertumbuhan 5 persen yoy. Angka ini meningkat dibandingkan pertumbuhan 4,7 persen yang tercatat pada empat bulan pertama tahun ini.
Namun di sisi lain, pertumbuhan produksi industri China pada bulan yang sama justru menunjukkan perlambatan tipis. Pemerintah China merilis data yang menunjukkan bahwa output industri nilai tambah hanya tumbuh 5,8 persen yoy pada Mei, sedikit di bawah ekspektasi pasar yang berada di angka 5,9 persen.
“Produksi industri sedikit lebih rendah dari yang diharapkan, seiring meningkatnya tekanan dari kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat,” jelas Ibrahim.
Kendati demikian, sektor manufaktur tetap mencatat kinerja positif. Output manufaktur bernilai tambah naik 6,2 persen yoy, dengan kontribusi signifikan dari subsektor manufaktur peralatan dan teknologi tinggi yang masing-masing tumbuh sebesar 9 persen dan 8,6 persen.
Pengaruh dari data ekonomi China tampaknya turut menyumbang penguatan rupiah terhadap dolar AS di pasar domestik. Pada penutupan perdagangan Senin (16/6), nilai tukar rupiah tercatat menguat 39 poin atau sekitar 0,24 persen menjadi Rp16.265 per dolar AS, dari posisi sebelumnya di Rp16.304.
Meski begitu, data Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia justru menunjukkan sedikit pelemahan. Nilai JISDOR tercatat di level Rp16.296 per dolar AS, melemah dari posisi sebelumnya di Rp16.293.