AI Bisa Berguna, Asal Tidak Jadi ‘Crutch’
Uniknya, pada tahap akhir studi, kelompok yang awalnya menulis tanpa ChatGPT diminta mencoba menulis kembali esai mereka dengan bantuan AI. Hasilnya?
Mereka justru memanfaatkan AI untuk memperkuat tulisan, bukan sepenuhnya bergantung padanya. Konektivitas otak mereka tetap tinggi.
Namun, kelompok yang sejak awal terlalu bergantung pada AI malah kesulitan saat harus menulis tanpa bantuan. Banyak dari mereka bahkan tidak ingat isi esai yang pernah mereka buat.
Baca Juga:Profesor Harry Truman: Kalau Sejarah Tanpa Luka, Itu Bukan Ilmu!Penulisan Ulang Sejarah Nasional Mau Dikebut Seperti Candi Semalam? Ini Alasan Kenapa Profesor Truman Mundur!
Jadi, Perlukah Kita Takut Pakai ChatGPT?
Tidak juga. Menurut Kosmyna, alat seperti ChatGPT bisa menjadi pendukung pembelajaran yang sangat berguna, asalkan digunakan secara bijak. Kuncinya adalah menjadikan AI sebagai teman berpikir, bukan sebagai pengganti berpikir.
Meski studi ini belum melalui proses peer-review dan jumlah sampel masih terbatas, temuan ini menjadi peringatan penting: kecanduan teknologi bisa menggerus daya kritis jika tidak dikendalikan.
Jawabannya tergantung pada cara kita menggunakannya. Jika digunakan hanya untuk menyalin dan tempel, potensi kerugian jauh lebih besar daripada manfaatnya. Tapi jika dimanfaatkan untuk mengasah ide dan memperkaya tulisan, AI bisa jadi alat belajar yang luar biasa.