CIREBON, RAKCER.ID – Beberapa tahun terakhir, dunia kerja digemparkan dengan munculnya fenomena ‘Quiet Quitting’ dan ‘Great Resignation’.
Dua istilah ini sering dikaitkan dengan Generasi Z, kelompok angkatan kerja termuda yang kini mulai mendominasi pasar.
Sekilas, kedua fenomena ini mungkin tampak seperti bentuk ketidakpuasan terhadap gaji.
Baca Juga:Hyperion: Pohon Tertinggi di Dunia yang Kalahkan Big Ben dan Patung LibertyBatas Maksimal Rumah Subsidi Tetap, Pemerintah Usulkan Penyesuaian Batas Minimal
Namun, realitasnya jauh lebih kompleks. Gaji, bagi Gen Z, hanyalah salah satu faktor.
Ada banyak alasan yang lebih mendalam mengapa mereka memilih untuk “mundur” secara mental dari pekerjaan atau bahkan keluar sama sekali.
Memahami ‘Quiet Quitting’ dan ‘Great Resignation’
Sebelum menyelami alasannya, penting untuk memahami perbedaan antara keduanya:
1. Quiet Quitting
Ini bukan berarti karyawan berhenti dari pekerjaannya, melainkan mereka berhenti memberikan lebih dari yang diharapkan atau yang ada dalam deskripsi pekerjaan.
Mereka melakukan pekerjaan sebatas yang diminta, tidak lagi mengambil inisiatif ekstra, menolak pekerjaan di luar jam kerja, dan cenderung menjaga batasan ketat antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Ini adalah bentuk “resign secara mental”.
2. Great Resignation
Ini adalah fenomena di mana sejumlah besar karyawan secara sukarela mengundurkan diri dari pekerjaan mereka secara massal.
Tren ini menjadi sangat menonjol setelah pandemi COVID-19, di mana banyak individu mengevaluasi ulang prioritas hidup dan karier mereka.
3. Bukan Cuma Gaji Alasan Mendalam Gen Z Memilih Mundur
Meskipun kompensasi tetap menjadi faktor penting, ada beberapa alasan lain yang mendorong Gen Z untuk melakukan quiet quitting atau ikut great resignation:
4. Work-Life Balance adalah Prioritas Utama
Baca Juga:7.926 Peserta Lolos Seleksi Administrasi Beasiswa Indonesia Bangkit 2025, Siap Hadapi Ujian AkademikTrump Optimistis Soal Gencatan Senjata Gaza, Kritik Global Menguat Terkait Korban Sipil di Pusat Bantuan
Gen Z sangat menghargai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mereka tidak ingin pekerjaan mengorbankan waktu untuk keluarga, teman, hobi, atau kesehatan mental.
Mereka menolak budaya hustle atau kerja berlebihan yang mengorbankan segalanya demi karier.
5. Kesehatan Mental Lebih Penting
Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental sangat tinggi di kalangan Gen Z. Lingkungan kerja yang toxic, tekanan berlebihan, atau jam kerja yang tidak manusiawi dapat memicu stres dan burnout.
Mereka lebih memilih untuk menjaga kesehatan mental daripada terus-menerus terbebani pekerjaan.