CIREBON, RAKCER.ID –
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan optimisme terhadap tercapainya gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Namun di saat yang sama, gelombang kritik internasional meningkat akibat tewasnya ratusan warga sipil di pusat-pusat distribusi bantuan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) dan didukung oleh Israel dan AS.
Dalam sesi tanya jawab dengan wartawan pada Jumat (27/6) lalu, Trump mengatakan bahwa kemungkinan kesepakatan gencatan senjata akan tercapai dalam waktu dekat. “Kami pikir dalam waktu satu minggu ke depan, kita akan mendapatkan gencatan senjata,” ujar Trump.
Baca Juga:Trump Kritik Keras Pemimpin Tertinggi Iran, Batalkan Rencana Pencabutan Sanksi, dan Ancam Serangan LanjutanDouble Cleansing : Wajib atau Cuma Tren? Pahami Dulu Sebelum Ikutan!
Sebelumnya, Amerika Serikat sempat menjadi mediator dalam kesepakatan gencatan senjata pada masa akhir pemerintahan Joe Biden, dengan dukungan dari tim transisi Trump. Namun, gencatan senjata itu dilanggar oleh Israel pada Maret lalu dengan kembali meluncurkan serangan besar ke wilayah Gaza, menyasar kelompok Hamas yang menyerang Israel pada 7 Oktober 2023.
Sementara itu, sistem distribusi bantuan melalui GHF yang kini menjadi tumpuan pasokan pangan di Gaza justru memicu kekhawatiran internasional. Dalam beberapa pekan terakhir, dilaporkan terjadi banyak penembakan terhadap warga Palestina yang tengah mengantre bantuan di sejumlah lokasi.
Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, menyebut sistem distribusi tersebut sebagai “ladang pembantaian.” Ia menegaskan bahwa orang-orang “ditembaki saat mencoba mendapatkan makanan untuk diri mereka dan keluarga.”
“Keabnormalan ini harus segera diakhiri dengan kembalinya distribusi bantuan oleh PBB, termasuk melalui @UNRWA,” tulis Lazzarini di media sosial X.
Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas, sejak akhir Mei lebih dari 500 orang tewas di sekitar lokasi distribusi bantuan. Lembaga pertahanan sipil juga melaporkan adanya korban jiwa yang terjadi secara berulang setiap pekan.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyampaikan keprihatinannya secara langsung. “Orang-orang dibunuh hanya karena mereka berusaha memberi makan keluarganya. Mencari makanan tidak boleh menjadi hukuman mati,” ujarnya.
Organisasi kemanusiaan Médecins Sans Frontières (MSF) bahkan menyebut distribusi bantuan oleh GHF sebagai “pembantaian yang menyamar sebagai bantuan kemanusiaan.”