4 Dampak Mengejutkan di Otak Anak Jika Terlalu Sering Dimarahi Orangtua

4 Dampak Mengejutkan di Otak Anak Jika Terlalu Sering Dimarahi Orangtua
Dampak dari anak sering dimarahi. Foto: Pinterest/rakcer.id
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Marah sesekali pada anak mungkin terasa wajar. Tapi kalau jadi kebiasaan, efeknya bisa jauh lebih besar dari yang kamu kira bahkan sampai mengubah struktur dan fungsi otak anak.

Anak-anak belum bisa memahami kemarahan secara logis. Bahkan suara keras saja bisa dianggap ancaman oleh otak mereka. Ini bukan cuma soal emosi, tapi juga proses biologis yang terjadi di dalam otak.

Berdasarkan penjelasan ahli neuropsikologi Dr. Aldrich Chan dan beberapa penelitian ilmiah, inilah 4 dampak yang terjadi di otak anak ketika terlalu sering dimarahi.

1. Stres Tinggi dan Hormon Kortisol Berlebih

Baca Juga:5 Rahasia Anak Finlandia Tumbuh Cerdas dan BahagiaApakah Anak Anda Sangat Cerdas? Ini 3 Kebiasaan Sehari-hari yang Bisa Menjadi Tanda

Saat anak dimarahi dengan suara keras atau penuh tekanan, otaknya akan menganggap itu ancaman. Tubuh merespons dengan melepaskan hormon kortisol, hormon stres yang ternyata bisa merusak perkembangan otak anak.

Kalau ini terjadi terus-menerus, anak bisa jadi mudah cemas, takut, susah fokus, bahkan overthinking.

2. Sulit Berpikir Jernih

Ironisnya, saat dimarahi karena tidak logis, justru anak makin sulit berpikir logis. Kortisol mengganggu prefrontal cortex — bagian otak yang mengatur logika, pengambilan keputusan, dan kontrol emosi.

Studi dari Chronic Stress (2021) menyebutkan stres kronis bisa merusak koneksi antarsel otak. Akibatnya, anak makin bingung dan susah memahami situasi.

3. Memori dan Daya Ingat Melemah

Belajar butuh memori yang kuat, tapi hippocampus (pusat memori otak) sangat sensitif terhadap stres. Kortisol yang tinggi akibat sering dimarahi bisa membuat anak pelupa dan sulit mengingat pelajaran.

Penelitian dari Annals of the New York Academy of Sciences (2006) menemukan bahwa stres berkepanjangan bisa merusak struktur hippocampus.

4. Mood Tidak Stabil

Bagian otak bernama raphe nuclei memproduksi serotonin, zat kimia pengatur suasana hati. Kalau kortisol terus meningkat, produksi serotonin terganggu, membuat anak mudah marah, sedih, atau sensitif.

Baca Juga:Diskon Merdeka Sampai 50%! Ini Promo Makanan Agustus yang Wajib Kamu Coba5 Gaya Parenting Efektif untuk Generasi Alpha di Era Digital

Tanpa mood yang stabil, perilaku anak bisa makin memburuk karena sulit berpikir jernih dan mengambil keputusan.

Kesimpulannya, marah sesekali itu manusiawi. Tapi jika terlalu sering, efeknya pada otak anak bisa jangka panjang.

Yuk, mulai mengelola emosi saat berinteraksi dengan anak agar tumbuh kembangnya optimal.

0 Komentar