Fenomena Cancel Culture di Indonesia: Dampak dan Cara Mengatasi

Fenomena Cancel Culture di Indonesia: Dampak dan Cara Mengatasi
Fenomena Cancel Culture di Indonesia. Foto: Tangkapan layar/Rakcer.id
0 Komentar

Cara Mengatasi Cancel Culture

Mengatasi cancel culture memerlukan pendekatan dari berbagai pihak, baik individu yang terdampak maupun pengguna media sosial secara umum.

Untuk Individu Cancel Culture

  • Akui kesalahan: Jika kesalahan benar-benar terjadi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengakui dan meminta maaf secara tulus. Permintaan maaf yang jujur dan tidak defensif lebih mungkin
  • Ambil Jeda dan jangan Terburu-buru Membalas: Saat badai kritik datang, penting untuk tidak langsung bereaksi emosional. Ambil waktu untuk menenangkan diri, memahami situasi, dan merancang respons yang matang.
  • Jadikan Kesempatan untuk Belajar dan Mengedukasi: Alih-alih membela diri, manfaatkan platform untuk menjelaskan perkara yang sebenarnya dan tunjukkan bahwa kamu telah belajar dari kesalahan. Hal ini bisa mengubah narasi dari “orang jahat” menjadi “orang yang mau introspeksi”.
  • Fokus pada Pendukung Setia: Meskipun mendapat banyak kritik, jangan lupa bahwa kamu masih memiliki pengikut yang setia. Fokuslah untuk membangun hubungan positif dengan mereka.
  • Kelola Reputasi Online: Dalam kasus yang parah, manajemen reputasi onlineprofesional bisa menjadi pilihan. Hal ini bisa membantu mengontrol narasi, menyajikan informasi yang akurat, serta menanggapi setiap kritik secara strategis.
  • Pertimbangkan Hiatus Sementara: Menghilang sejenak dari media sosial bisa menjadi strategi untuk membiarkan kontroversi mereda. Setelah itu, kembalilah dengan citra baru yang lebih baik.

Untuk Pengguna Media Sosial (Masyarakat):

  • Pahami dulu Konteksnya dan Jangan Langsung Menghakimi: Sebelum ikut melakukan cancel pada seseorang, coba pahami dulu konteks di balik perkataan atau perbuatannya. Cobalah untuk menghindari membuat asumsi dari potongan informasi yang viral.
  • Analisis Narasi Secara Kritis: Pertanyakan sumber informasi yang kamu terima. Seringkali, narasi yang beredar di media sosial tidak sepenuhnya akurat atau bahkan hoaks.
  • Berikan Kesempatan untuk Klarifikasi: Jangan langsung menghukum. Berikan ruang bagi individu yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi atau permintaan maaf.
  • Bedakan Antara Kritikan dan Perundungan (Bullying): Memberikan Kritik konstruktif merupakan hal yang baik untuk perbaikan. Namun, seringkali, cancel culture diiringi dengan perundungan massal yang bertujuan untuk merusak secara personal.
  • Promosikan “Growth Culture” daripada “Cancel Culture: Kita bisa mencoba mengubah budaya penghakiman menjadi budaya yang mendorong pertumbuhan. Artinya, beri ruang bagi orang untuk belajar dan bertumbuh dari kesalahan, bukan langsung memusnahkan mereka. (*)
0 Komentar