CIREBON, RAKCER.ID – Bagi anak-anak dan remaja, platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menawarkan hiburan tanpa batas, informasi, dan cara untuk terhubung dengan teman-teman. Namun, di balik kemudahan dan keseruan itu, tersembunyi sebuah ancaman serius yang kini dikenal sebagai “brain rot” atau “otak busuk”.
Istilah brain rot menggambarkan penurunan fungsi kognitif, kemampuan berpikir kritis, dan rentang perhatian seseorang akibat paparan konten digital yang berlebihan dan tidak terstruktur. Orang tua harus lebih waspada Brain Rot pada anak, karena otak mereka masih dalam tahap pengembangan.
Tanda-tanda dan Gejala Brain Rot
Bagaimana kita bisa mengenali apakah anak kita terpengaruh oleh brain rot? Beberapa gejala yang bisa menjadi petunjuk antara lain:
Baca Juga:Dunia Maya vs Dunia Nyata: Memahami Dampak Identitas Digital yang Berbeda dari Kehidupan AsliPanduan Lengkap Membangun Personal Branding di Media Sosial
Penurunan Konsentrasi dan Rentang Perhatian Pendek
Anak-anak cenderung mudah bosan, tidak bisa fokus pada satu tugas dalam waktu yang lama, dan seringkali melompat dari satu kegiatan ke kegiatan lain.
Kesulitan Berpikir Kritis
Mereka menjadi lebih sulit membedakan antara fakta dan opini, serta kesulitan untuk memecahkan masalah yang kompleks.
Perubahan Bahasa dan Komunikasi
Penggunaan bahasa gaul dan nternet (misalnya “skibidi”, gyat”, “riiz”) yang tidak pada tempatnya dan kesulitan dalam mengungkapkan pikiran secara terstruktur.
Ketergantungan pada Hiburan Instan
Anak-anak lebih menyukai konten pendek, cepat, dan sensasional. Mereka juga merasa tidak nyaman dengan aktivitas yang membutuhkan pemikiran mendalam , seperti membaca buku, atau bermain teka-teki.
Isolasi Sosial
Meskipun terus berhubungan secara virtual, anak-anak mungkin menunjukkan kecenderungan untuk menarik diri dari interaksi tatap muka dengan teman-teman dan keluarga.
Mengapa Media Sosial Berkontribusi pada Brain Rot?
Beberapa karakteristik media sosial dapat secara langsung memicu kondisi ini.
Algoritma yang dirancang untuk ketergantungan
Algoritma media sosial dirancang untuk membuat pengguna terus scrolling. Mereka menyajikan konten yangbsesuia dengan minat pengguna secara terus-menerus, menciptakan umpan balik yang adiktif.
Baca Juga:Mengenal Istilah FOMO: Ketakutan Tertinggal yang Membayangi Generasi Masa KiniGuru Wajib Tahu! Inilah 5 Media Sosial Sebagai Alat Pembelajaran yang Efektif
Hal ini dapat melatih otak untuk mengharapkan gratifikasi instan dan mengurangi kemampuan untuk menunda kesenangan.
Konten “Snackable” dan Cepat
Video pendek di TikTok atau Reels Instagram hanya berlangsung beberapa detik hingga satu menit. Format ini melatih otak untuk memproses informasi dalam porsi kecil dan cepat, bukan dalam konteks yang mendalam.