Fenomena Flexing di Media sosial: Bahaya Pamer Kekayaan di Dunia Maya

Fenomena Flexing di Media sosial: Bahaya Pamer Kekayaan di Dunia Maya
Fenomena Flexing di Media sosial. Foto: Tangkapan layar/ Rakcer.id
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – DI tengah banjirnya unggahan tentang potongan-potongan kehidupan sehari-hari, seperti liburan mewah, tas desainer, mobil sport, dan makan malam di restoran mahal, muncul sebuah fenomena yang disebut “flexing” atau pamer kekayaan.

Sekilas, mungkin ini terlihat seperti cara untuk merayakan kesuksesan, tapi jika ditelaah lebih dalam, fenomena flexing di media sosial ini memicu banyak masalah serius di baliknya..

Mengapa Orang Suka Pamer Kekayaan?

Ada beberapa alasan mendasar mengapa seseorang merasa perlu memamerkan kekayaannya di media sosial:

Baca Juga:Gempuran Isu Hak Cipta DI Tengah Era Konten KreatifRitual dan Etika Digital: Aturan Tak Tertulis yang Harus DIketahui

  • Validasi dan Pengakuan: Banyak orang menggunakan pameran kekayaan sebagai cara untuk mencari validasi dari orang lain. Mereka ingin diakui sebagai orang yang sukses, kaya, atau memiliki status sosial yang tinggi.
  • Membangun CItra Diri: Unggahan tentang barang-barang mewah seringkali digunakan untuk menciptakan citra diri yang diinginkan, seolah-olah hidup mereka sempurna dan tanpa masalah.
  • Persaingan Sosial: Media sosial seringkali menciptakan lingkungan persaingan yang tidak sehat. Melihat orang lain memamerkan kekayaan mereka bisa memicu dorongan untuk melakukan hal yang sama agar tidak merasa “ketinggalan“.
  • Daya Tarik Finansial: Beberapa orang yang berprofesi sebagai influencer atau content creator mungkin memamerkan gaya hidup mewah untuk menarik pengikut, mendapatkan sponsor, atau menjual produk yang berhubungan dengan kekayaan.

Masalah di Balik Pamer Kekayaan

Meskipun terlihat glamor, fenomena ini menyimpan banyak masalah yang bisa berdampak buruk, baik bagi si pelaku maupun bagi orang lain yang melihatnya.

1. Menciptakan Standar Hidup yang Tidak Realistis

Unggahan-unggahan yang dibumbui kemewahan seringkali hanya menunjukkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang. Kita tidak melihat kerja keras di baliknya, utang yang mungkin mereka miliki, atau tekanan untuk mempertahankan gaya hidup tersebut.

Hal ini menciptakan standar hidup yang tidak realistis bagi para pengikut, terutama bagi anak muda yang sedang mencari jati diri. Mereka bisa merasa hidup mereka “kurang” atau gagal hanya karena tidak memiliki apa yang orang lain pamerkan.

2. Memicu Kecemasan dan Depresi

Paparan terus-menerus terhadap “kehidupan sempurna” orang lain dapat memicu rasa iri, cemas, dan bahkan depresi.

0 Komentar