Budaya Panik Online di Media Sosial: Netizen Marah, Besoknya Lupa

Budaya Panik Online di Media Sosial: Netizen Marah, Besoknya Lupa
Budaya Panik Online di Media Sosial. Foto: Pinterest/ Rakcer.id
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Pernahkah Anda melihat sebuah isu di media sosial yang tiba-tiba viral, memicu gelombang amarah dan kecaman dari ribuan warganet? Mereka menuntut keadilan, membanjiri kolom komentar, dan bahkan membuat tagar (hashtag) yang menjadi trending topic. Namun, beberapa hari kemudian, isu tersebut hilang begitu saja, seolah tidak pernah ada.

Fenomena ini adalah gambaran nyata dari budaya panik online, sebuah siklus di mana kemarahan kolektif muncul secara instan, menyebar dengan cepat, lalu menguap begitu saja. Ini bukan hanya soal berita yang cepat basi, tetapi juga tentang bagaimana emosi kita dipermainkan oleh algoritma dan dinamika media sosial.

Siklus Singkat Kemarahan Online

Siklus ini biasanya berjalan seperti ini:

Pemicu

Sebuah video, unggahan, atau berita yang memicu kemarahan, ketidakadilan, atau simpati besar muncul di media sosial. Seringkali, konten ini disajikan secara dramatis atau provokatif untuk menarik perhatian.

Baca Juga:AI dan Media Sosial: Pengertian, Dampak, dan Masa DepanEvolusi Persahabatan di Era Digital: Dari Tatap Muka ke Jaringan Daring

Penyebaran Kilat

Algoritma media sosial memprioritaskan konten yang memicu emosi kuat, seperti kemarahan atau kegembiraan. Hal ini membuat unggahan tersebut menyebar seperti api, dari satu akun ke akun lain, memicu reaksi berantai.

Gelombang Kemarahan

Netizen berbondong-bondong merespons. Mereka membanjiri kolom komentar, membagikan unggahan dengan narasi kemarahan, dan menuntut pihak terkait untuk bertanggung jawab. Tagar bermunculan, membuat isu tersebut mendominasi percakapan.

Hukuman Sosial

Dalam fase ini, “hukuman” digital dijatuhkan. Pihak yang dianggap berslah akan diboikot, bisnisnya rusak, reputasinya hancur, atau akun media sosialnya diserang. Ini adalah puncak dari budaya cancel instan.

Pergeseran Isu

Hanya dalam hitungan hari, sebuah isu baru yang juga memicu emosi kuat muncul. Perhatian netizen langsung beralih. Kemarahan yang membara seolah padam dengan sendirinya, dan isu yang sebelumnya dianggap sangat penting kini dilupakan.

Mengapa Kita Mudah Lupa?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan siklus ini terjadi:

Jeda Perhatian yang Singkat

Di dunia yang serba cepat, perhatian kita terus-menerus dibombardir oleh informasi baru. Kita terbiasa mengonsumsi konten dalam potongan-potongan kecil, membuat kita sulit untuk fokus pada satu isu dalam jangka panjang.

0 Komentar