CIREBON,RAKCER.ID – PT Gudang Garam Tbk kembali mencatat kinerja keuangan yang penuh tantangan.
Laporan keuangan tahun 2024 menunjukkan penurunan laba bersih yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kondisi ini menandai tren penurunan yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan tekanan regulasi, beban cukai tinggi, serta persaingan yang semakin ketat di pasar rokok nasional.
Baca Juga:Performa Baterai Wuling Binguo EV Tawarkan Efisiensi Untuk Mobilitas HarianInterior Wuling Binguo EV Hadirkan Kenyamanan Modern Dalam Balutan Desain Elegan
Simak ulasan lengkap tentang Laba PT Gudang Garam Tertekan
Salah satu faktor utama yang menekan kinerja adalah kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang terus diberlakukan pemerintah.
Bagi Gudang Garam, kenaikan ini tidak selalu bisa dialihkan sepenuhnya kepada konsumen.
Pasalnya, daya beli masyarakat tengah melemah sehingga kenaikan harga jual justru berisiko menurunkan permintaan.
Dampaknya, volume penjualan produk legal semakin menurun, sementara biaya produksi terus meningkat.
Selain itu, maraknya rokok ilegal menjadi tantangan serius bagi Gudang Garam.
Produk tanpa pita cukai ini beredar dengan harga yang jauh lebih murah sehingga mudah diterima pasar.
Hal ini menyebabkan produk legal yang taat aturan kesulitan bersaing secara harga.
Baca Juga:Fitur Keselamatan Wuling Binguo EV Dirancang Untuk Memberikan Rasa AmanPerforma Listrik Wuling Binguo EV Memberikan Pengalaman Berkendara Efisien
Akibatnya, pendapatan perusahaan tertekan karena kehilangan sebagian konsumen yang beralih ke rokok ilegal.
Meski demikian, Gudang Garam masih memiliki kekuatan dari segi jaringan distribusi dan portofolio merek yang sudah kuat di pasar Indonesia.
Produk seperti Surya dan Gudang Garam International tetap memiliki basis konsumen setia.
Namun loyalitas ini tidak cukup untuk menahan laju penurunan profit, terutama jika tidak ada langkah strategis yang lebih agresif dalam menghadapi dinamika pasar.
Pengamat industri menilai, salah satu jalan keluar bagi Gudang Garam adalah melakukan diversifikasi bisnis dan efisiensi operasional.
Perusahaan bisa mulai melirik sektor lain di luar rokok, sebagaimana beberapa perusahaan tembakau global yang telah masuk ke industri alternatif nikotin, minuman, bahkan energi.
Dengan begitu, perusahaan tidak terlalu bergantung pada rokok yang secara regulasi dan sosial semakin mendapat tekanan.