CIREBON, RAKCER.ID – Di era media sosial seperti sekarang, sepertinya kita semua berlomba-lomba untuk menampilkan kehidupan yang sempurna dan penuh kebahagiaan. Setiap hari, kita dibanjiri dengan unggahan tentang liburan yang menakjubkan, pencapaian karier yang luar biasa, atau momen-momen romantis yang membuat iri.
Sikap untuk selalu melihat sisi baik dan optimis memang penting, tetapi ketika hal ini menjadi ekstrem dan dipaksakan, kita akan berhadapan dengan fenomena yang disebut toxic positivity di media sosial atau positivitas beracun.
Toxic positivity adalah keyakinan berlebihan bahwa apa pun situasinya, kita harus selalu bersikap positif dan menghindari emosi negatif. Di media sosial, hal ini sering kali muncul dalam bentuk ungkapan seperti, “Cukup berpikirlah positif dan semua masalahmu akan selesai,” atau “Ada orang lain yang lebih buruk darimu, jadi bersyukurlah!”.
Baca Juga:Cara Menghadapi Haters di Media Sosial Tanpa Drama: Tetap Tenang, Tetap MenangPenandaan (Tagging) Tanpa Izin: Batasan Baru dalam Etika Digital
Sekilas, ucapan-ucapan ini terdengar suportif. Namun, jika dipikirkan lebih dalam, mereka sebenarnya meremehkan perasaan yang dialami seseorang.
Mengapa Toxic Positivity Berbahaya?
Walaupun niatnya baik, memaksakan kebahagiaan bisa membawa dampak negatif, terutama bagi kesehatan mental kita.
1. Menghambat Proses Penerimaan Emosi
Setiap emosi, baik itu sedih, marah, atau kecewa, memiliki peran penting. Mereka adalah respons alami terhadap situasi yang sedang kita hadapi. Ketika toxic positivity meminta kita untuk menekan emosi-emosi ini, kita tidak pernah benar-benar memprosesnya.
Emosi yang terpendam ini bisa menumpuk dan pada akhirnya akan meledak, atau bahkan bermanifestasi dalam masalah fisik dan psikologis.
2. Menciptakan Rasa Malu dan Isolasi
Ketika kita melihat semua orang di media sosial terlihat bahagia dan sukses, sementara kita sedang berjuang, kita mungkin merasa ada yang salah dengan diri kita.
Ungkapan “selalu berpikir positif” bisa membuat kita merasa bersalah dan malu karena tidak bisa merasa bahagia. Hal ini bisa mendorong kita untuk menjauh dari teman dan keluarga, karena takut dihakimi atau tidak dipahami.
3. Meremehkan Pengalaman Seseorang
Ungkapan-ungkapan dari toxic positivity sering kali menyingkirkan validitas perasaan seseorang. Misalnya, saat seseorang sedang berduka, ucapan “Semua akan baik-baik saja” tidak akan membantu.