3. Masalah Niche Market
Saat ini, foldable phone masih menjadi produk niche atau ceruk pasar. Produsen menjual dalam volume yang relatif kecil dibandingkan smartphone konvensional.
Dalam ekonomi manufaktur, volume rendah berarti biaya per unit (Cost of Goods Sold / COGS) tetap tinggi. Agar harga turun, permintaan global harus meledak, memaksa pabrik memproduksi layar lipat dalam jumlah puluhan juta per tahun.
Sinyal Positif: HP Lipat Menuju Batas Rp10 Juta
Meskipun harga flagship seperti Galaxy Z Fold dan Huawei Mate X tetap tinggi, tren di segmen clamshell (model lipat seperti bedak) dan masuknya pemain baru memberi sinyal optimisme:
Baca Juga:OPPO Find N Hadir dengan Layar Lipat 2.0: Siap Mengguncang Dominasi Galaxy Z FoldMicrosoft Surface Go 4: Tablet Mini dengan Windows 11, Solusi Kerja Ringkas di Mana Saja!
1. Masuknya Merek Value-Oriented
Di pasar yang kompetitif, kehadiran merek-merek yang berfokus pada nilai dan harga terjangkau adalah katalisator utama. Tecno misalnya, telah menjadi pionir dengan meluncurkan Phantom V Flip yang memecahkan batas psikologis harga foldable pertama kali di bawah Rp10 juta (bahkan ada yang menawarkannya mulai dari Rp7 jutaan, tergantung wilayah dan promosi).
Demikian pula, Motorola Razr dan beberapa model lama Samsung Galaxy Z Flip (seperti Flip4) sering mengalami penurunan harga signifikan dan masuk dalam kategori terjangkau.
2. Strategi “Menurunkan Kelas” Chipset
Produsen mulai menyadari bahwa tidak semua foldable harus menggunakan chipset flagship terbaru. Untuk menekan harga, beberapa model lipat mid-range kemungkinan akan mulai menggunakan chipset yang sedikit lebih tua atau chipset kelas menengah premium (misalnya, seri Dimensity 8000 atau Snapdragon 7 series yang dioptimalkan).
Pengorbanan kecil pada performa ini memungkinkan penurunan harga yang besar, menjadikan ponsel lipat lebih mudah diakses oleh pengguna harian yang tidak mementingkan gaming kelas berat.
3. Persaingan Ketat dari Tiongkok
Dominasi Samsung di segmen ini kini diganggu oleh produsen Tiongkok seperti Oppo, Vivo, Xiaomi, dan Honor. Persaingan ini sangat sehat bagi konsumen.
Ketika setiap produsen berlomba-lomba untuk menawarkan desain engsel yang lebih baik, layar yang lebih minim lipatan, atau fitur kamera unik dengan harga yang lebih rendah dari pesaing, seluruh ekosistem akan dipaksa untuk mengurangi margin keuntungan dan meningkatkan efisiensi produksi.