INDRAMAYU, RAKCER.ID – Memasuki puncak panen raya musim gadu tahun 2025 di Kabupaten Indramayu, harga gabah dipastikan masih tetap tinggi. Angkanya melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang hanya Rp6.500 per kilogram.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang membenarkan tingginya harga gabah tersebut.Tingginya harga ini membuat para petani bisa menikmati harga gabah yang diperolehnya pada musim panen kali ini.
Dikatakan, harga Gabah Kering Panen (GKP) atau yang baru selesai dipanen di tingkat petani saat ini dikisaran Rp7.500 hingga Rp7.700 per kilogram. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan HPP untuk GKP yang hanya Rp6.500 per kilogram.
Baca Juga:Postur APBD Kembali ke Masa Pandemi, TAPD Kota Cirebon Dorong Skema BertahanDugaan Korupsi di PT SMU Terbongkar, Kejaksaan Negeri Majalengka Tahan Eks Direktur Utama
Sedangkan untuk Gabah Kering Giling (GKG) yang sudah mengalami proses penjemuran setelah dipanen, harganya sekitar Rp8.500 per kilogram. “Sekarang harga gabah tetap tinggi,” jelasnya, Senin (20/10/2025).
Menurut Sutatang, harga gabah yang tetap tinggi di masa panen raya ini dikarenakan tidak ada panen serentak di Kabupaten Indramayu. Hal itu dipicu permulaan musim tanam 2025 yang juga tidak serentak akibat faktor ketersediaan air.
“Mungkin karena panennya tidak serentak dan tidak ada penumpukan gabah. Panen di Indramayu sekarang ini terus menerus dari mulai bulan enam sampai sekarang,” ungkapnya.
Di sejumlah daerah pun, lanjut dia, ada yang baru akan memasuki masa panen pada Desember 2025 mendatang. Seperti di wilayah Kecamatan Krangkeng dan Sukra.
Ia memaparkan, selain harganya yang tinggi, produksi padi di masa panen ini juga cukup tinggi. Produksi padi saat ini rata-rata 7,8 ton per hektar. “Tingginya produksi padi di musim panen ini karena suplai air tercukupi dan hama tidak terlalu banyak. Cuma tikus hama yang jadi masalah di musim ini, tetapi hama jenis lainnya berkurang,” kata dia.
Seorang petani di Kecamatan Terisi, Opih Riharjo menuturkan, dengan harga dan produksi yang cukup tinggi para petani bisa meraup keuntungan. Sehingga ia pun memilih untuk menjual langsung gabahnya dan tidak menyimpannya.
“Gabahnya langsung dibeli oleh tengkulak yang turun langsung ke sawah-sawah. Para tengkulak itu berdatangan dari berbagai daerah, termasuk Jawa Tengah,” tandasnya. (tar)