Alasan Hilirisasi Batu Bara Tidak Jalan, Terungkap Ini Penyebab!

Intip Alasan Hilirisasi Batu Bara Tidak Jalan, Terungkap Ini Penyebab!
Intip Alasan Hilirisasi Batu Bara Tidak Jalan, Terungkap Ini Penyebab! FOTO:Pinterest.com/Rakcer.id
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa hilirisasi batu bara atau gasifikasi batu bara di Indonesia menghadapi beberapa tantangan. Irwandy Arif, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, mengatakan bahwa salah satu kendala utama dalam upaya meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi batu bara dalam negeri adalah terbatasnya teknologi yang tersedia untuk program ini.

“Peningkatan nilai tambah ini masih sulit dilakukan. Saat berbicara mengenai peningkatan nilai tambah, seluruh proses nilai tambah di Indonesia memiliki kelemahan besar, kita tidak memiliki teknologi dan biaya yang terlalu mahal,” ungkapnya dalam acara Seminar Energy for Prosperity, di Hotel Aryaduta, Jakarta.

Lebih lanjut, Irwandy menyebutkan bahwa perusahaan batu bara dalam negeri, seperti PT Kaltim Prima Coal dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), mengalami kendala dalam hilirisasi batu bara karena perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) yang bekerjasama dengan mereka, yaitu Air Products, mundur dari proyek hilirisasi kedua perusahaan tersebut.

Baca Juga:Support Hilirisasi, PLN Tambah Pasokan Daya Listrik Smelter Nikel di KaltimESDM Ungkap Hilirisasi Unggulan Jokowi Terkendala Teknologi yang Belum Mumpuni

Hal ini membuktikan bahwa salah satu alasan utama mengapa hilirisasi batu bara sulit dilakukan di dalam negeri adalah karena terbatasnya teknologi yang tersedia.

Tidak hanya hilirisasi batu bara, tetapi komoditas tambang lainnya juga menghadapi tantangan yang serupa dalam hal hilirisasi. Irwandy menjelaskan bahwa teknologi untuk komoditas tambang seperti nikel juga sulit ditemukan di dalam negeri dan membutuhkan investasi yang besar. Misalnya, 90% teknologi RKEF untuk nikel berasal dari China, sementara teknologi HPAL untuk baterai juga berasal dari sana. Hal ini menyebabkan perusahaan luar negeri memiliki keunggulan dalam hal harga.

Program hilirisasi batu bara yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi masih belum berjalan sesuai rencana. Terlebih lagi, saat perusahaan petrokimia asal AS, Air Products and Chemicals Inc, mundur dari dua proyek gasifikasi batu bara di Indonesia. Padahal, proyek gasifikasi batu bara ini diharapkan dapat mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) nasional dan menghemat devisa negara.

Tantangan dalam hilirisasi batu bara di Indonesia perlu segera diatasi dengan meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi tambang. Dalam menghadapi persaingan global, penting bagi Indonesia untuk menjadi mandiri dalam hal hilirisasi sumber daya alamnya dan meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri. Dengan adanya investasi yang cukup dalam teknologi, hilirisasi batu bara dapat menjadi kenyataan untuk mendorong kemajuan industri dan sektor energi di dalam negeri.

0 Komentar