Dampak Pilwu, Aset Desa Rentan Hilang, Harus Dijaga

Dampak Pilwu, Aset Desa Rentan Hilang, Harus Dijaga
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Sofwan ST menegaskan perlunya dokumen MoU ketika terjadi sewa menyewa aset desa. FOTO: ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKCER.ID
0 Komentar

CIREBON.RAKCER.ID – Aset desa harus dijaga, sebagai ujung tombak peningkatan pendapatan asli desa. Sebab, kerap kali aset desa itu hilang lantaran tidak terinventarisasi. Pun akibat konflik pasca pemilihan kuwu (Pilwu).

Karenanya, Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon meminta agar desa dapat mengelola potensi desa serta menata aset desa. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Sofwan ST mengatakan, seluruh aset desa harus tercatat secara administratif.

Termasuk mengoptimalkan Sumber Daya Alam (SDA) serta sumber daya manusia (SDM) juga. Agar keberadaan dan pemanfaatannya dapat dirasakan masyarakat setempat.

Baca Juga:Wakil Rakyat Jadi Sandaran Masyarakat. Yayat: Banyak yang Minta Dimudahkan Buat e-KTPGus Imin, Harap Demokrat-PKS Kembali Gabung Dukung Pasangan AMIN

Sofwan menegaskan, aset desa yang belum tertata harus segera dibenahi dan ditertibkan. Misalnya aset pasar di Desa Mertapadakulon yang telah diresmikan pada Januari 2022 silam.

Sebut saja seperti keberadaan aset desa yang disewakan. Itu kata politisi Gerindra, harus mendapat perhatian serius secara administratif. Juga pentingnya selektif dan transparansi penggunaannya.

“Kontraknya harus lebih selektif lagi dengan berbagai kajian dan masukan dari berbagai tokoh masyarakat dan instansi terkait. Hal ini harus dilakukan, agar tidak ada beban serta permasalahan di kemudian hari,” tegasnya.

Ia pun mengakui, penataan aset desa tidaklah mudah. Terlebih jumlah desa di Kabupaten Cirebon mencapai 412 desa. Belum lagi saat desa mengalami pergantian kuwu, tentu banyak kajian dan kebijakan kuwu yang baru.

Namun ia menegaskan, keberadaan aset desa tetap harus bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.

Opang begitu sapaan akrabnya, sering kali  menemukan kasus aset desa yang dipakai pemerintah daerah maupun swasta tidak memiliki nota kesepahaman (MoU) yang jelas. Hal itu tentu akan berdampak pada PADes yang bersumber dari aset-aset tersebut.

“Meski sistem swasta tersebut memiliki kontrak, namun ternyata ada beberapa desa yang tidak ada arsipnya. Jadi kita tidak tahu kontraknya sampai kapan, dan berapa nilainya,” katanya.

Baca Juga:Sunan Gunung Jati Prioritas Utama Tour de Walisongo. Cak Imin: Beliau, Ulama, Wali sekaligus RajaEksekutif-Legislatif Sepakat KUA/PPAS Perubahan. Luthfi: Anggaran Perubahan Cuma Rp80 Miliaran

Padahal pengelolaan aset desa telah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 100 Tahun 2016 Pasal 3 yang menjelaskan, pengelolaan aset desa dilakukan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparasi dan keterbukaan, efesiensi, akuntabilitas serta kepastian nilai. (zen)

0 Komentar