CIREBON, RAKCER.ID – Rupiah Indonesia terus mengalami pelemahan terhadap dolar AS, dan ini menjadi sebuah perhatian serius bagi banyak pihak. Untuk itu dalam article kali ini kami akan membahas secara lengkap mengenai tren pelemahan rupiah membawa dampak dan tantangan bagi Indonesia.
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), rupiah berpotensi untuk melemah lebih lanjut, bahkan bisa mencapai kisaran Rp 15.900 hingga Rp 16.100 per dolar AS. Saat ini, rupiah berada di sekitar Rp 15.878 per dolar AS.
Berikut Informasi Selengkapnya Mengenai Tren Pelemahan Rupiah:
Pelemahan nilai tukar rupiah memiliki dampak yang signifikan pada ekonomi dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Salah satu dampaknya adalah kenaikan harga kebutuhan pangan karena sebagian besar kebutuhan pangan diimpor, terutama beras, bawang putih, dan gula. Kenaikan harga ini berpotensi memicu inflasi atau yang dikenal sebagai “imported inflation.”
Baca Juga:Menkominfo Gencar Berantas Judi Online: Kamboja dan Filipina Jadi Pusat PerhatianMenyikapi Ancaman Misinformasi di Pemilu 2024: Peran Penting Kementerian Kominfo dan Masyarakat
Namun, dampak pelemahan rupiah tidak hanya terbatas pada kenaikan harga pangan. Bhima juga mencatat risiko kenaikan suku bunga, yang dapat menciptakan tekanan pada permintaan kredit. Kenaikan suku bunga ini pada gilirannya dapat berdampak negatif pada sektor perbankan dan masyarakat yang berencana mengambil kredit, seperti KPR dan kredit modal kerja.
Faktor eksternal juga turut mempengaruhi pelemahan rupiah. Indikasi kebijakan suku bunga tinggi oleh bank sentral AS dan ketegangan di Timur Tengah yang masih berlangsung menjadi faktor kekhawatiran pasar. Kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS dapat membuat mata uang AS lebih menarik bagi investor global, sehingga menguatkan dolar AS.
Dalam menjawab tantangan pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah-langkah tegas. Pada pertemuan Dewan Gubernur BI pada 18-19 Oktober 2023, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate menjadi 6 persen, naik 0,25 basis poin dari 5,75 persen. Keputusan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas mata uang rupiah dan mengendalikan inflasi.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menganggap bahwa langkah BI untuk menaikkan suku bunga adalah keputusan yang tepat. Ini akan membantu menjaga rupiah agar tetap stabil. Dalam jangka pendek, kebijakan ini menghasilkan kesenjangan positif suku bunga yang mendorong mata uang rupiah.