RAKCER.ID – ChatGPT ancaman serius akademisi dan penulis. Kondisi itu seiring kemajuan teknologi berbasis artificial intellegence (AI). Di sisi lain, AI yang terlalu progresif dipandang jadi ancaman tersendiri bagi sejumlah profesi.
Seperti munculnya ChatGPT, platform aplikasi yang memudahkan penulis mencari data, menyusun, serta menyajikannya ke khalayak.
Meski demikian, bagi kalangan akademisi munculnya ChatGPT memudahkan menyusun karya akademik. Di sisi lain, ChatGPT juga dipandang sebagai ancama akademik serius.
Baca Juga:Upgrading dan Raker Relawan PSGA, Berharap Civitas Akademika Melek GenderPolresta Cirebon Teken MoU dengan IAIN Cirebon, Penasaran Apa Isinya?
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Cirebon, Situ Maryam Munjiat SS MPdI menjelaskan, kehadiran ChatGPT merupakan tantangan yang harus disikapi dengan bijak.
Sebab, kemampuan ChatGPT dalam mengumpulkan data terkait beragam informasi dapat dipadukan dengan banyak varian jenis tulisan pula. Kemampuan tersebut dianggap setara dengan manusia.
“Di era saat ini kemajuan teknologi sangat pesat. Kita mengenal yang namanya ChatGPT. ChatGPT ini bisa meresahkan bisa membahagiakan,” jelas Maryam.
Dia menjelaskan, kemampuan ChatGPT telah banyak dimanfaatkan manusia membuat beragam karya akademik. Salah satunya di dunia akademisi. “Bagi penulis ChatGPT adalah saingan,” tambah Maryam.
Sebab, ChatGPT tak hanya menampilkan karya tulis, juga melampirkan referensinya sesuai tema yang diinginkan.
“Ketika tuliskan bentuk karya ilmiah yang bagus makan akan keluar kata-kata yang kita inginkan beserta referensinya,” jelas dia.
Maryam menambahkan, bahaya terbesar ChatGPT ialah ketika penulis dan akademisi merasa bergantung. Di fase ini, ketangkasan akademik seorang akademisi dan penulis bakal tumpul.
Baca Juga:FUA IAIN Cirebon Dukung Cyber Islamic University, Anwar: Perubahan Status Bukan yang Utama, Tapi Kualitas Adalah PrioritasMahasiswa KKN IAIN Syekh Nurjati Cirebon Didorong Bantu Promosikan Tradisi Desa Mertasinga
Namun sebaliknya, jika ChatGPT hanya dijadikan alat bantu yang menunjang kinerja kepenulisan, namun ide dan gagasannya tetap diinisiasi oleh akademisi atau penulis.
“Inilah tantangan bago dosen bagi penulis apakah mampu mengalahkan ChatGPT yang menulis dengan intelektual sesuangguhnya,” kata Maryam.
Maryam meyakini, akademisi dan penulis yang memertahankan intelektualitasnya bakal mampu mengalahkan keterampilan ChatGPT dalam menciptakan karya tulis.
“ChatGPT juga punya kelemahan. Apapun itu ChatGPT adalah sebuah mesin dan manusia adalah mahluk yang sempurna,” katanya.
Di titik dimana kecanggihan teknologi mampu mengalahkan produktivitas manusia, maka akademisi dan penulis tak boleh berpangku tangan. Justru akademisi harus mengedepankan orisinilitas.