Pemerintah Indonesia Targetkan Pembatasan Impor melalui E-commerce untuk Menjaga UKM Lokal

E-commerce
Upaya pemerintah dalam memantau dan mengatur impor melalui jalur e-commerce bertujuan untuk menjaga kepentingan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) lokal. Foto: Pinterest/RAKCER.ID
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Dalam tiga tahun terakhir, impor barang Indonesia melalui pengiriman e-commerce sebagian besar berasal dari Tiongkok, seperti diungkapkan pemerintah. Untuk itu dalam artikel kali ini kami akan membahas secara lengkap mengenai Pemerintahan Indonesia yang mulai tingkatkan pembatassan impor melalui E-Comerce guna menunjang UKM local.

Menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, terjadi peningkatan signifikan dalam pengiriman impor e-commerce sejak tahun 2017. Yuk simak informasi selengkapnya dalam artikel berikut ini.

Berikut Merupakan Upaya Pemerintah dalam Pembatasan Impor Melalui E-Comerce Guna Menunjang UKM Lokal:

Fadjar Donny, Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, merinci total jumlah pengiriman impor e-commerce. Pada tahun 2017, terdapat 6,1 juta nota konsinyasi, yang meningkat secara signifikan menjadi 19,6 juta pada tahun 2018. Pada tahun 2019, jumlahnya meningkat tiga kali lipat menjadi 71,5 juta, dan menjadi 61,1 juta pada tahun 2020, 61,5 juta pada tahun 2021, dan 61,3 juta pada tahun 2022.

Baca Juga:Menteri Koperasi Mendesak Lebih Banyak Fokus pada Koperasi untuk Mendukung UKMIndonesia Luncurkan Pertukaran Minyak Sawit Mentah: Membuka Jalan Menjadi Patokan Harga Domestik

Pada tahun Mei 2023, total dokumen impor e-commerce mencapai 23,2 juta. Tiongkok, Hong Kong, Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat menjadi lima negara asal impor e-commerce terbesar ke Indonesia. Tren ini masih konsisten pada tahun 2021 hingga 2023. Nilai impor devisa tertinggi disalurkan melalui Tiongkok.

Ke depan, pemerintah berkomitmen membatasi masuknya barang impor melalui Penyelenggara Sistem Perdagangan Elektronik (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023. Peraturan ini mewajibkan Penyelenggara Sistem Perdagangan Elektronik untuk bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

“Beberapa Penyedia Sistem Perdagangan Elektronik sudah menjalin kerja sama, seperti Lazada, sedangkan Shopee sedang dalam proses,” kata Fadjar Donny.

Selanjutnya, Penyelenggara Sistem Perdagangan Elektronik wajib melampirkan e-katalog dan e-faktur untuk perbandingan dengan dokumen consignment note. Langkah ini memastikan Bea dan Cukai dapat menentukan harga sebenarnya barang yang dikirim.

Kementerian Keuangan juga telah menetapkan Penyelenggara Sistem Perdagangan Elektronik sebagai importir yang mempunyai berbagai konsekuensi, antara lain dikenakan sanksi administratif, seperti denda, apabila terdapat ketidakakuratan pernyataan mengenai nilai atau kuantitas pabean.

“Kegiatan ekspor kita atur karena semakin maraknya perdagangan lintas negara melalui e-commerce, dan hal ini perlu kita fasilitasi sesuai dengan tanggung jawab kita untuk mendorong ekspor, khususnya kepada teman-teman UKM kita,” tegas Fadjar Donny.

0 Komentar