CIREBON,RAKCER.ID – Film “Sumala” telah menjadi perbincangan hangat di kalangan penonton, tidak hanya karena alur ceritanya yang menegangkan, tetapi juga karena kontroversi yang muncul terkait representasi desa Plumutan, tempat di mana film ini mengambil latar.
Masyarakat setempat merasa bahwa film ini tidak hanya menggambarkan kisah horor, tetapi juga memberikan dampak negatif terhadap citra desa mereka.
Dalam artikel ini, kita akan membahas kontroversi yang muncul dan reaksi masyarakat terhadap representasi film tersebut.
Simak Ulasan Lengkap Tentang Representasi Film Sumala
Representasi Desa Plumutan
Baca Juga:Ulasan Elemen Horor dan Adegan Gore dalam Film SumalaAsal-Usul Cerita Film Sumala, Mitos dan Kisah Nyata di Semarang
Desa Plumutan, yang terletak di Semarang, Jawa Tengah, dikenal dengan keindahan alamnya dan budaya yang kaya.
Namun, dalam film “Sumala”, desa ini digambarkan sebagai tempat yang angker dan penuh dengan kegelapan.
Cerita yang berfokus pada perjanjian dengan iblis dan kejadian-kejadian mistis membuat banyak warga desa merasa bahwa film ini memberikan gambaran yang tidak akurat dan merugikan tentang tempat tinggal mereka.
Kontroversi yang Muncul
Kontroversi utama yang muncul adalah kekhawatiran masyarakat bahwa film ini akan mempengaruhi citra desa Plumutan di mata publik.
Banyak warga yang merasa bahwa representasi negatif dalam film dapat mengganggu potensi pariwisata desa, yang selama ini berusaha dibangun dengan baik.
Mereka khawatir bahwa penonton yang melihat film ini akan memiliki pandangan yang keliru tentang desa mereka, menganggapnya sebagai tempat yang menakutkan dan tidak ramah.
Beberapa warga desa bahkan mengajukan protes terhadap pihak produksi film, meminta agar mereka mempertimbangkan dampak dari representasi yang ditampilkan.
Baca Juga:Karakter Utama dan Pemeran dalam Film Sumala, Luna Maya dan Darius SinathryaSinopsis dan Alur Cerita Film Sumala, Perjanjian dengan Iblis
Mereka berharap agar film dapat menggambarkan sisi positif dari desa, seperti keindahan alam, keramahan penduduk, dan kekayaan budaya yang ada.
Namun, pihak produksi berargumen bahwa film ini adalah karya fiksi yang terinspirasi dari mitos dan legenda setempat, dan tidak dimaksudkan untuk mencemarkan nama baik desa.
Reaksi Masyarakat
Reaksi masyarakat terhadap film “Sumala” sangat beragam. Di satu sisi, ada warga yang merasa bangga bahwa desa mereka menjadi latar belakang film yang menarik perhatian.
Mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk memperkenalkan budaya dan tradisi lokal kepada penonton yang lebih luas.