Fakta Menarik Sedapnya Nasi Megono, Kuliner Pantura Hasil Solidaritas Warga yang Melegenda

Fakta Menarik Sedapnya Nasi Megono, Kuliner Pantura Hasil Solidaritas Warga yang Melegenda
Nasi campur megono, atau sayur nangka muda yang dibumbui dengan berbagai bumbu, disebut nasi megono atau sego megono. Foto: Pinterest/Rakcer.id
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Selain terkenal dengan batik indah yang biasa dibeli sebagai kenang-kenangan, Pekalongan juga menjadi rumah bagi beragam kuliner yang menggugah selera, salah satunya Nasi Megono. 

Nasi campur megono, atau sayur nangka muda yang dibumbui dengan berbagai bumbu, disebut nasi megono atau sego megono.

Nasi megono mempunyai cita rasa yang khas dan terkenal di sejumlah daerah lain. Menurut legenda, tentara Mataram menggunakan beras ini sebagai bahan perang ketika melawan VOC.

Berikut adalah 4 fakta menarik sedapnya nasi megono:

1.      Beragam variasi nasi megono di berbagai daerah

Baca Juga:Resep Chicken Mole, Hidangan Gurih Berbahan Dasar CoklatPerbedaan Buah Duku dan Buah Langsat yang Harus Kamu Ketahui, Jangan Sampai Salah Beli!

Nasi megono memiliki kualitas yang berbeda dan dapat ditemukan di banyak tempat. Kulit melinjo digunakan dengan nasi megono di Batang. Salah satu ciri khas nasi megono Wonosobo dengan Pekalongan adalah adanya kubis dan ebi.

2.      Megono terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan berbagai rempah

Nasi dan megono, atau nangka muda, dimasak dengan bumbu dan kelapa parut, menjadi nasi megono. Bawang putih, bawang merah, cabai, lengkuas, kemiri, pala, merica, dan garam termasuk di antara bumbu yang digunakan.

3.      Makanan khas Pekalongan dan Daerah Pantura

Tidak diragukan lagi kelezatannya, sego megono atau dikenal juga dengan nama nasi megono adalah masakan tradisional Pantura. sego Megono berasal dari Kabupaten Pekalongan dan kemudian merambah ke daerah lain.

4.      Dulu nasi megono di sajikan untuk persembahan Dewi Sri

Nasi Megono konon dahulunya dipersembahkan kepada Dewi Sri sebagai ucapan syukur atas hasil panen yang melimpah dan sebagai simbol pengharapan masyarakat akan kesejahteraan. Pada masa Mataram Kuno, ritual ini merupakan bagian dari kebudayaan Keraton Yogyakarta. (*)

Simak berita dan artikel menarik lainnya di Google News. 

0 Komentar