Kemiskinan Ekstrem Majalengka 11,94 Persen, Wabup: Angka Itu Turun Dibanding Tahun 2021

kemiskinan ekstrem Majalengka
DATA. Wakil Bupati Majalengka tarsono D Mardiana mengungkapkan alasan kemiskinan ekstrem Majalengka lebih tinggi disbanding Jawa Barat dan nasional. rakcer.id
0 Komentar

RAKCER.IDKemiskinan ekstrem di Kabupaten Majalengka lebih tinggi dibanding Jawa Barat ataupun nasional, yang pada tahun 2022 mencapai angka 11,94 persen.
Sedangkan kemiskinan ekstrem nasional sebesar 9,54 persen dan Jawa Barat sebesar 8,06 persen.
Menurut keterangan Wakil Bupati Majalengka Tarsono D Mardiana, angka kemiskinan ekstrem Majalengka tersebut mengalami penurunan jika dibanding tahun 2021 yang mencapai 12.33 persen.
Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), data awal kemiskinan ekstrem Kabupaten Majalengka sebanyak 456.116 jiwa.
Tapi kini jumlahnya berkurang karena 4.523 orang meninggal dunia, 4.391 pindah kependudukan, 32.480 jiwa naik status menjadi mampu. Saat ini tersisa 414.722 jiwa dari 1,3 juta jiwa penduduk.
“Berdasarkan data hasil verifikasi ada sebanyak 18.863 jiwa atau setara 14,99 persen Kepala Rumah tangga miskin ekstrim tidak mendapatkan bantuan social, karena tidak masuk pada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial),” ujar Tarsono.
Salah satu dampak dari kemiskinan yang masih tinggi, menurut wakil bupati, kini Kabupaten Majalengka memiliki angka stunting yang juga tinggi yang harus segera diselesaikan walaupun terus turun dibanding sebelumnya.
“Menurut data Survei Status Gizi Balita Indonesia dan Studi Status Gizi Indonesia, angka stunting untuk Majalengka di bawah Jawa Barat atau Kota dan Kabupaten Cirebon,” tutur Tarsono.
Untuk permasalahan stunting, diantaranya disebabkan masih tingginya angka kemiskinan, banyaknya kasus anemia yang dialami remaja putri, tingginya kasus pernikahan usia dini, serta banyak keluarga berisiko stunting yang belum memiliki BPJS.
Ada juga sejumlah masyarakat yang belum terjangkau akses air bersih, padahal air bersih memiliki pengaruh besar pada kesehatan juga IPM.
Selain itu terbatasnya fasilitas kesehatan dalam pelayanan terhadap stunting, serta masih ada perbedaan basis data sasaran antara pusat dan daerah.
Sementara persoalan kemiskinan masih sangat tinggi, ini di antaranya karena rendahnya tingkat pendidikan penduduk, kepala desa sebagai admin dalam aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial- Next Generation (SIKS-NG).
Termasuk tidak mampu mengedukasi keluarga miskin menjadi tidak miskin, serta menurunnya budaya malu menerima bantuan.
Untuk menekan angka kemiskinan ekstrem, wakil bupati berharap pemerintah pusat bisa meningkatkan jaminan kesehatan keluarga miskin, juga meningkatkan akses permodalan bagi keluarga miskin dan integrasi data kemiskinan dengan DTKS. *

0 Komentar