Namun, di sisi lain, banyak yang merasa bahwa film ini lebih menonjolkan sisi gelap daripada keindahan yang dimiliki desa.
Media sosial juga menjadi platform bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka. Banyak yang membagikan pandangan mereka tentang film ini, baik yang mendukung maupun yang menentang.
Diskusi di media sosial sering kali dipenuhi dengan argumen tentang pentingnya representasi yang adil dan akurat dalam karya seni, serta dampaknya terhadap masyarakat lokal.
Upaya untuk Memperbaiki Citra
Baca Juga:Ulasan Elemen Horor dan Adegan Gore dalam Film SumalaAsal-Usul Cerita Film Sumala, Mitos dan Kisah Nyata di Semarang
Sebagai respons terhadap kontroversi ini, beberapa warga desa dan tokoh masyarakat mulai berupaya untuk memperbaiki citra desa Plumutan.
Mereka mengadakan acara budaya dan festival lokal untuk menunjukkan sisi positif desa, serta mengundang wisatawan untuk datang dan menikmati keindahan alam serta keramahan penduduk.
Upaya ini bertujuan untuk mengubah pandangan masyarakat tentang desa mereka dan menunjukkan bahwa Plumutan memiliki banyak hal baik untuk ditawarkan.
Kesimpulan
Kontroversi dan reaksi masyarakat terhadap representasi film “Sumala” di desa Plumutan mencerminkan pentingnya bagaimana sebuah karya seni dapat mempengaruhi citra suatu tempat dan masyarakatnya.
Meskipun film ini berhasil menarik perhatian penonton dengan alur cerita yang menegangkan, dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat setempat menunjukkan bahwa representasi yang adil dan akurat sangat penting.
Dalam dunia yang semakin terhubung, penting bagi pembuat film untuk mempertimbangkan dampak dari karya mereka terhadap komunitas yang mereka gambarkan, serta berupaya untuk menciptakan narasi yang lebih seimbang dan positif. (*)