Menghapus Stigma Kusta dengan Selotip dan Sepatu Boot

kusta
PERAWATAN. Erna Hermanawati, salah satu keluarga yang intensif membantu merawat Wahyu, pasien kusta hingga sembuh.
0 Komentar

Menurut Parta, pasien Kusta seperti Wahyu yang telah menjalani perawatan dan pemeriksaan, serta pasiennya melindungi dirinya dengan sarung tangan atau sepatu boot untuk menghindari tatapan orang lain, merupakan cara terbaik untuk mencegahan stigma negatif terhadap pasien Kusta.

“Pandangan atau stigma terhadap pasien Kusta memang masih seperti itu, masih jijik. Tapi, Wahyu juga sadar diri, oleh karenanya dia menutupinya dengan selotip atau menggunakan sarung tangan dan kakinya selalu memakai sepatu boot,” ucapnya.

Selama ini, pasien kusta sering mendapat stigma dan diskriminasi sosial yang berdampak pada diasingkannya oleh masyarakat. Imbasnya pasien kusta merasa kehilangan percaya diri untuk berbaur dengan masyarakat. Padahal stigma negatif tersebut tidak seharusnya terjadi, karena dengan penanganan yang benar kusta tidak mudah menular dan dapat disembuhkan.

Baca Juga:Bola Tangan Kabupaten Cirebon Gelar CHC 3, Beri Atlet Menit Bermain Lebih BanyakRelawan Beta Gibran Peduli Ekonomi dan Lingkungan

Untuk meluruskan pemahaman keliru tentang kusta, “Melawan Stigma” menjadi kampanye yang harus disuarakan dengan lantang seperti yang dilakukan oleh NLR Indonesia sebagai lembaga non profit yang bekerja untuk penanggulangan kusta dan inklusi disabilitas.

Melalui project Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA) mengintervensi masyarakat dan para aktor penggerak perubahan untuk bersama-sama mengedukasi dan melakukan berbagai gerakan inovatif untuk mengikis stigma kusta.

Anggota keluarga yang sangat berperan aktif dalam upaya kesembuhan, pengobatan dan perawatan pasien Kusta bagi Wahyu Hermawan, disampaikan secara lengkap oleh pihak keluarganya, yakni Erna Hermanawati (47 Tahun).

Sejak ada gejala hingga divonis Kusta oleh dokter, keponakannya itu terus mengupayakan agar Wahyu kembali sehat dan sembuh dari Kusta. Namun, Erna menegaskan, bahwasanya dalam silsilah keluarganya itu tidak ada satupun yang terjangkit Kusta sebelumnya.

“Tak ada dari keluarga kami yang punya riwayat penyakit itu (Kusta), hanya saja sejak remaja, waktu itu usia masih belasan tahun, Wahyu sering bermain di tempat belajar di blok sebelah. Sementara tempatnya belajar itu ada penghuni rumah yang telah tervonis Kusta. Bahkan Wahyu sering menginap dan berinteraksi dengan orang itu,” ujar Erna, sewaktu didatangi di tempat kerjanya, awal November 2023.

Erna menjelaskan, setelah ada gejala, dia berusaha mengantarkan dan mendampingi Wahyu untuk mendapatkan pengobatan. Datang ke Puskesmas, mengunjungi dokter hingga dinyatakan divonis sebagai pasien Kusta. Selama ‎enam bulan setelah pemeriksaan dari pihak Puskesmas, Wahyu menjalani pengobatan minum obat Fregnison.

0 Komentar