Menghapus Stigma Kusta dengan Selotip dan Sepatu Boot

kusta
PERAWATAN. Erna Hermanawati, salah satu keluarga yang intensif membantu merawat Wahyu, pasien kusta hingga sembuh.
0 Komentar

“Obat itu diminum sehari satu kali, dan itu terus dilakukannya selama 6 bulan berturut-turut. Kemudian dilanjutkan tahun berikutnya, dengan cara yang sama, rutin minum obat tersebut. Waktu itu tahun 2010. Sembuh total tahun 2011 akhir,” tambah Erna.

Ditanya tentang apakah penyakit Kusta ini menular secara medis, dia mengatakan penyakit tersebut memang menular, akan tetapi ada jarak 10 sampai 15 tahun setelah berinteraksi dengan pasien Kusta. Jadi tidak langsung terjangkit menulari orang hanya setelah bersentuhan.

“Ya memang penyakit menular. Namun ada jarak waktu 10 sampai 15 tahun setelah terkontaminasi akibat berinteraksi aktif dengan pasien. Namun itu bisa dicegah, dan penyakit ini bisa disembuhkan,” tandasnya.

Baca Juga:Bola Tangan Kabupaten Cirebon Gelar CHC 3, Beri Atlet Menit Bermain Lebih BanyakRelawan Beta Gibran Peduli Ekonomi dan Lingkungan

‎Hanya saja, Erna melanjutkan, ketika Wahyu telah dinyatakan tervonis Kusta dan masih ‎masa reaktif, Wahyu juga terkena stroke ringan tahun 2011. Dua penyakit sekaligus yang menyerang Wahyu, membuatnya kesulitan secara fisik dan psikologis. Namun, sebagai keluarga, Erna terus berupaya dan mengupayakan agar Wahyu pulih kembali dan sehat.

“Tangan yang mengkerut pada Wahyu, sebetulnya bisa dilakukan pencegahan supaya tangan tidak mengkerut yakni harus memakai minyak goreng (merk apapun sebagai pelumas, asalkan jangan oli) sebelum memakai sarung tangan. Hal itu untuk mencegah kaku pada sendi-sendi tangan,” ucapnya.

Setelah sembuh dari Kusta, Erna masih menemani Wahyu untuk berobat jalan dengan mengunjungi dokter kulit, mengingat ada luka yang tidak sembuh sembuh seperti diabetes. Selama ‎proses pengobatan dan perawatan kesembuhan Wahyu, Erna selalu mendampingi dan mengantarkannya.

“Para tetangga dan saudara pada awalnya ketakutan, namun karena sering melihat bahwa Wahyu dipapah dan digandeng oleh saya, lambat laun pandangan para tetangga juga berubah. Bahwa stigma tentang penyakit ini (Kusta) tidak separah anggapan mereka,” ungkapnya.

Dalam upaya merawat untuk kesembuhan luka-luka Wahyu, pihak keluarga karena banyak aktivitas, maka pihak keluarga menempatkan perawat rumah atau homecare yang tugasnya memastikan luka-luka Wahyu dibersihkan setiap hari. ‎Perawatan homecare ini dilakukannya selama kurang lebih enam bulanan.

“Untuk tangan yang tak luka, yakni yang kepalan, menebal disentuh pun tidak terasa, caranya direndam pakai air hangat, sambil digosok pakai batu apung. ‎Sambil perawatan homecare, saya pun sering bolak balik mengantar Wahyu berobat ke dokter kulit, dokter syaraf, 4 sampai 5 kali berobat. Namun, memang ada titik jenuh bagi Wahyu, sehingga ketika ada perawat homecare yang datang seminggu dua kali, Wahyu selalu menghindar dan pergi dari rumah. Nah itu tahun 2013,” curah Erna.

0 Komentar