Soroti Masalah Sungai, Mahasiswa IAIN Cirebon Ikuti Tadarus Konservasi di Saung Wangsakerta

PELESTARIAN SUNGAI. Mengusung tema ‘Sungai dan Kearifan Budaya di Cirebon’ Sekolah Alam Wangsakerta menghadirkan dua narasumber, yakni Rifki Muhammad Nurcholis, Aktivis Muda asal Dusun Karangdawa dan Kang Ipul, Budayawan Cirebon. Serta dimoderatori oleh Nurlaela, pegiat Wangsakerta asal Desa Celancang, Kabupaten Cirebon. FOTO : SUWANDI/RAKYAT CIREBON
PELESTARIAN SUNGAI. Mengusung tema ‘Sungai dan Kearifan Budaya di Cirebon’ Sekolah Alam Wangsakerta menghadirkan dua narasumber, yakni Rifki Muhammad Nurcholis, Aktivis Muda asal Dusun Karangdawa dan Kang Ipul, Budayawan Cirebon. Serta dimoderatori oleh Nurlaela, pegiat Wangsakerta asal Desa Celancang, Kabupaten Cirebon. FOTO : SUWANDI/RAKYAT CIREBON
0 Komentar

RAKCER.ID  – Mahasiswa IAIN Cirebon mengikuti tadarus konservasi di Saung Wangsakerta. Kegiatan tersebut menyoroti tentang berbagai perkembangan sungai di Cirebon.

Mengusung tema ‘Sungai dan Kearifan Budaya di Cirebon’ dengan menghadirkan dua narasumber, yakni Rifki Muhammad Nurcholis, Aktivis Muda asal Dusun Karangdawa dan Kang Ipul, Budayawan Cirebon. Serta dimoderatori oleh Nurlaela, pegiat Wangsakerta asal Desa Celancang, Kabupaten Cirebon.

Peserta kegiatan dari beragam unsur antara lain pemuda Karangdawa, mahasiswa IAIN Cirebon, perwakilan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, kelompok pecinta seni dan budaya, serta pegiat Wangsakerta.

Baca Juga:Konten Intoleransi Mendominasi, Ini Pesan Staf Khusus Menteri AgamaPerkuat Tri Dharma Perguruan Tinggi, 7 Rektor PTKIN Bertemu di FGD

Kegiatan itu melahirkan pekerjaan rumah untuk menelisik lebih jauh perihal apa yang sebenarnya terjadi di masa kolonialisme Belanda di bumi nusantara terkait soal pengelolaan sungai.

Kegiatan ini bagian dari upaya bersama menumbuhkan kesadaran dan tindakan dalam konservasi air dan tanah, yang secara spesifik sedang diupayakan di wilayah Danau Setupatok, Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

Kerusakan lima belas sungai besar di Cirebon yang cukup parah adalah bukti kemunduran peradaban dan kebudayaan. Padahal, kelestarian air itu bagian dari keseimbangan alam.

Rifky dalam pemaparannya, menjelaskan bentuk hubungan timbal-balik antara kehidupan manusia dan eksistensi sungai.

“Ketika terjadi masalah kerusakan sungai, maka yang terjadi adalah kehidupan manusia di sekitarnya praktis dapat terganggu,” kata dia.

Rifky melengkapi pemaparannya dari hasil penelitian mengenai realitas sungai di Cirebon pada era kolonial. Naskah penelitian tersebut berjudul ‘Perubahan Eksistensi Sungai dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Cirebon Pada Masa Kolonial’ yang ditulis oleh Raffan S Hasyim dan tim terbitan Yayasan Wiyata Bestari Samasta pada tahun 2023.

Menurut Rifki, yang juga adalah alumni program Ngenger Sekolah Aalam Wangsakerta, apa yang diungkap dalam buku ini menjadi penyambung pemahaman terhadap realitas pengelolaan sungai di era dahulu untuk kenyataan saat ini.

Baca Juga:Mantan Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jadi Guru Besar Ilmu TasawufTak Cuma Fokus Bisnis, PT. EWF Cirebon Juga Peduli Pendidikan dan Anak Berkebutuhan Khusus

Beberapa poin penting yang dicatat olehnya melalui kajian penelitian tersebut. Pertama, pengetahuan mengenai kearifan lokal di Cirebon tentang persepsi dan eksistensi sungai di era kerajaan Cirebon dulu. Kedua, penataan sungai oleh pemerintahan di era kolonial Belanda, yang dimulai sejak awal era 1700-an.

0 Komentar