CIREBON, RAKCER.ID – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan.
Dalam pernyataan resmi melalui platform media sosial miliknya Truth Social, Trump memerintahkan jajaran pemerintahnya terutama Departemen Energi (DoE) untuk mempercepat laju pengeboran minyak nasional.
Perintah ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya terkait ancaman Iran yang akan menutup Selat Hormuz jalur penting pengiriman energi dunia.
Baca Juga:Iran Tak Tinggal Diam! Penutupan Selat Hormuz Guncang Ekonomi Global"Tidak Dibenarkan!" Putin Murka, Kecam Serangan AS ke Iran
“Bor, sayang, bor. Saya maksudkan sekarang juga, meskipun tidak ada gangguan besar minyak setelah pemboman Iran,” tulis Trump, dikutip dari Reuters.
Dalam unggahan terpisah, Trump juga memperingatkan para pelaku industri energi agar tidak menaikkan harga minyak.
“Semua orang, pertahankan harga minyak tetap rendah, saya mengawasi! Jangan bermain sesuai kehendak musuh,” tulisnya dengan huruf kapital.
Merespons perintah tersebut, Menteri Energi AS, Chris Wright, menyatakan kesiapannya.
“Kami akan melakukannya!” ujar Wright, meskipun tidak dijelaskan langkah teknis apa yang akan segera dilakukan oleh Departemen Energi untuk meningkatkan produksi.
Sementara itu, konflik antara Israel dan Iran yang semakin memanas membuat harga minyak dunia melonjak lebih dari 9 persen pada Jumat (13/6), menyentuh level tertinggi dalam hampir lima bulan.
Kondisi kian genting setelah Amerika Serikat secara langsung membantu Israel menyerang tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6), yaitu Natanz, Fordo, dan Isfahan.
Langkah ini mendorong parlemen Iran untuk mendukung rencana penutupan Selat Hormuz, jalur sempit antara Iran dan Oman yang menjadi lalu lintas sekitar 20 juta barel minyak per hari atau 20 persen dari konsumsi global.
Baca Juga:Brand Ecoprint Halal Yumana Asal Cirebon Disambut Menteri Perdagangan, Siap Guncang Pasar Dunia!Salah Tata Rumah Bisa Bikin Rezeki Seret? Cek 6 Kesalahan Feng Shui Ini!
Selain minyak, selat ini juga merupakan jalur penting distribusi gas alam cair (LNG).
Analis Goldman Sachs memperkirakan jika Selat Hormuz benar-benar ditutup, harga minyak Brent bisa melonjak hingga menyentuh US$110 per barel.
Dalam riset terbaru mereka, bank investasi itu memproyeksikan rata-rata harga Brent di kuartal IV 2025 akan stabil di angka sekitar US$95 per barel, jika distribusi energi tetap terganggu.
Kondisi geopolitik ini dinilai sebagai salah satu ancaman terbesar terhadap stabilitas energi global dalam beberapa tahun terakhir.