Lulus Kuliah Langsung Dapat Kerja? Di Jepang Itu Bukan Mimpi, Tapi Sistem!

Lulus Kuliah Langsung Dapat Kerja? Di Jepang Itu Bukan Mimpi, Tapi Sistem!
Sistem pencari kerja di Indonesia. Foto: Pinterest/rakcer.id
0 Komentar

CIREBON,RAKCER.ID – Di Jepang, mahasiswa tak perlu pusing menjelajah portal lowongan kerja atau ikut seminar motivasi bertajuk “cara bikin HRD jatuh cinta lewat CV”.

Sebab sejak masih duduk di bangku kuliah, mereka sudah dilirik, dipanggil, bahkan diwawancara langsung oleh perusahaan besar. Ya, benar perusahaanlah yang datang ke kampus, bukan mahasiswa yang mati-matian melamar ke ratusan tempat.

Sistem ini disebut shūkatsu (就活) alias shūshoku katsudō, yang artinya “aktivitas mencari pekerjaan”. Tapi jangan salah tafsir ini bukan soal para mahasiswa mencari, melainkan soal perusahaan yang menjemput bola.

Baca Juga:Keliru Menyampaikan Aspirasi! Gubernur Jabar Blak-blakan, APBD Bukan untuk Klub BolaJangan Panik! Ini Cara Bikin Kamar Mandi Tanpa Jendela Terasa Lebih Terang dan Luas

Perekrutan dilakukan serentak dan terjadwal secara nasional, dengan perusahaan bekerja sama langsung dengan universitas-universitas ternama.

Prosesnya jelas, terstruktur, dan bisa diprediksi. Biasanya dimulai satu tahun sebelum kelulusan. Mahasiswa diberi ruang untuk magang, ikut sesi informasi perusahaan (setsumeikai), hingga wawancara awal sebelum akhirnya ada penawaran kerja. Alhasil, banyak yang sudah pegang kontrak kerja bahkan sebelum toga menempel di kepala.

Di sisi lain, pengalaman para pencari kerja di Indonesia kadang menyedihkan, bahkan berbahaya. Job fair yang semestinya jadi pintu rezeki malah berubah jadi ladang tipu-tipu.

Di sebuah pameran kerja di Jakarta baru-baru ini, sejumlah peserta mengaku ditipu oleh oknum perusahaan fiktif. Alih-alih mendapat kerja, mereka kehilangan uang karena diminta “biaya administrasi” atau “uang pelatihan”.

Tak hanya itu, penipuan kini merajalela via notifikasi yang berasal dari email hingga WhatsApp. Undangan wawancara misterius, lowongan palsu, dan panggilan kerja dengan embel-embel “transfer dulu, kerja kemudian” makin marak. Ironisnya, semua itu mengintai saat para pencari kerja mulai lelah dan putus asa momen paling rawan untuk menjadi korban.

Indonesia hari ini tengah berada di puncak bonus demografi, dengan jumlah usia produktif yang sangat tinggi. Tapi tanpa sistem kerja yang adil dan adaptif, potensi ini bisa berubah jadi bom waktu.

Jepang menunjukkan bahwa kesuksesan bukan semata soal kerja keras individu, tapi juga desain sistem yang mendorong kolaborasi.

0 Komentar