CIREBON, RAKCER.ID – Indonesia dan Jepang punya satu kesamaan yakni sama-sama punya generasi muda penuh semangat dan cita-cita. Tapi, yang membedakan mereka bukan soal mentalitas kerja keras, melainkan soal sistem yang menopang jalan menuju dunia kerja.
Di Jepang, mahasiswa tidak dibebani dengan kekhawatiran “mau kerja di mana nanti”. Mereka bisa fokus belajar, karena tahu bahwa akan ada perusahaan yang datang langsung ke kampus, menawarkan peluang kerja sebelum mereka sempat pakai toga.
Sementara di Indonesia? Banyak lulusan malah harus mendaftar ke ratusan lowongan, ikut job fair yang kadang berujung tipu-tipu, hingga menerima panggilan kerja palsu lewat WhatsApp.
Baca Juga:Lulus Kuliah Langsung Dapat Kerja? Di Jepang Itu Bukan Mimpi, Tapi Sistem!Keliru Menyampaikan Aspirasi! Gubernur Jabar Blak-blakan, APBD Bukan untuk Klub Bola
Bedanya sangat jauh. Tapi, itu bukan karena kita kurang pintar atau kurang gigih. Kita hanya belum punya sistem yang berpihak pada pencari kerja.
Lalu, apa yang sebenarnya bisa kita pelajari dari Jepang?
1. Job Matching yang Aktif: Bukan Menunggu, Tapi Menjemput
Di Jepang, perusahaan tidak menunggu para lulusan datang mengetuk pintu. Mereka menjemput sejak mahasiswa masih di semester akhir. Sistem job matching dilakukan secara aktif. Universitas menjadi jembatan, bukan pagar pembatas.
Bandingkan dengan di Indonesia, di mana mahasiswa baru mulai panik cari kerja setelah wisuda. Bahkan banyak yang kebingungan karena tak tahu harus mulai dari mana.
Bila saja kita punya sistem yang memungkinkan perusahaan menjemput talenta sejak awal, masa transisi dari kuliah ke dunia kerja bisa lebih mulus dan minim stres.
2. Perekrutan Terstruktur Secara Nasional
Perekrutan kerja di Jepang dilakukan dalam sistem terjadwal yang seragam. Artinya, seluruh proses mulai dari penyebaran informasi lowongan, seleksi, hingga wawancara dilakukan dalam waktu-waktu tertentu secara nasional.
Sementara di sini, semuanya terasa random. Hari ini ada lowongan, besok sudah ditutup. Tidak ada kejelasan kapan dan bagaimana perusahaan merekrut. Bahkan, prosesnya sering tidak transparan. Kalau ingin sistem kerja yang adil dan memudahkan semua pihak, jadwal nasional dan transparansi dalam perekrutan adalah sebuah keharusan.